Selasa 10 Sep 2019 20:32 WIB

Narasi Buku Sejarah Kurang Tunjukkan Percaya Diri Bangsa

Pelajaran sejarah harus menunjukkan kebesaran Indonesia di masa lalu.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Dudung Nurullah Koswara, Ketua PB PGRI
Foto: Istimewa
Dudung Nurullah Koswara, Ketua PB PGRI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berpendapat usulan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) soal revisi buku pendidikan sejarah adalah langkah yang tepat. Ketua PB PGRI Dudung Koswara mengungkapkan selama ini narasi dalam buku pendidikan sejarah cenderung mengandung unsur ketidakpercayaan diri.

Padahal, ia mencontohkan situs Gunung Padang di Jawa Barat menunjukkan Indonesia juga memiliki peradaban yang besar. "Kalau kita lihat fakta sejarah Gunung Padang, menyatakan bahwa kita ini bangsa yang besar, bukan bangsa yang dibesarkan karena datangnya pengaruh dari bangsa lain," kata Dudung pada Republika.co.id, Selasa (10/9).

Baca Juga

Menurut dia, memang perlu digali ulang soal sejauh mana kebesaran sejarah Indonesia dituangkan di dalam buku sejarah. Para pelajar mestinya ditanamkan sejarah kebesaran Bangsa Indonesia.

Ia melanjutkan, selama ini Presiden Joko Widodo selalu menggaungkan pembangunan yang Indonesiasentris. Namun, seharusnya tidak hanya pembangunan secara fisik, tetapi juga pembangunan pada pendidikan sejarahnya.

Pelajaran sejarah harus menunjukkan kebesaran Indonesia di masa lalu dan bagaimana bangsa ini membangun peradabannya sendiri. Tapi, lanjut Dudung, fakta sejarah yang dijabarkan juga tidak boleh menipu dalam arti melupakan kebesaran budaya lain. "Jangan sampai pelajaran sejarah mengagungkan budaya lain saja sehingga melahirkan pelajar yang kurang percaya diri," kata dia lagi.

Lebih lanjut, Dudung berpendapat pemerintah harus mengikutsertakan organisasi guru dalam hal ini guru sejarah dalam revisi buku. Sebab, para guru adalah pihak yang nantinya menjalankan kebijakan yang dibuat. Apabila guru sejarah tidak dilibatkan ia khawatir hasil kebijakannya tidak tepat.

Ia pun menyinggung jam mata pelajaran sejarah SMK yang dikurangi. Selain itu, tahun ini tidak dilakukan olimpiade guru sejarah. Padahal, di dalam Nawacita ada dua mata pelajaran yang penting yakni pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan sejarah berkaitan dengan nasionalisme.

"Jadi rezim ini harus lebih menguatkan pendidikan sejarah. Sumber daya manusia tanpa melekat dengan sejarah bangsanya, SDM-nya bisa bermaslah, kurang nasionalis, kurang bangga dengan bangsanya, dan kurang percaya diri," kata Dudung.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement