Rabu 04 Sep 2019 21:32 WIB

Tak Mau Ketinggalan, Ibu Kota Jawa Barat pun akan Pindah

Ibu Kota Jawa Barat akan dipindahkan ke KEK Rebana

Aparatur Sipil Negara (ASN) Setda Provinsi Jawa Barat saling bersalaman usai apel pagi pada hari pertama masuk kerja setelah libur Lebaran, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (10/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aparatur Sipil Negara (ASN) Setda Provinsi Jawa Barat saling bersalaman usai apel pagi pada hari pertama masuk kerja setelah libur Lebaran, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (10/6).

Riuh ramai mengiringi wacana kepindahan ibu kota negeri ini ke Kalimantan Timur. Berbagai pro dan kontra muncul dari para petinggi, kaum intelektual, hingga netizen. Belum selesai dengan wacana tersebut, tak mau ketinggalan Ridwan Kamil pun merencanakan hal yang sama untuk Provinsi Jawa Barat. Bandung yang semula menjadi Ibu Kota, konon kabarnya juga akan ditinggalkan.

Tiga lokasi kandidat, yakni di Tegalluar di Kabupaten Bandung, Walini di Kabupaten Bandung Barat, serta di sekitar wilayah Rebana (Cirebon, Patimban, Majalengka). Berbagai spekulasi pun dilontarkan. Apalagi dekat sekali posisi yang akan datang nanti dengan mega proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rebana.

Baca Juga

Alasan memilih 3 lokasi tadi belum disebutkan. Akan tetap dalam beberapa tahun mendatang diharapkan memang akan menjadi pusat pengembangan ekonomi baru. Sebut saja Tegalluar (Kabupaten Bandung) dan Walini (Kabupaten Bandung Barat) yang akan dilalui Kereta Cepat Bandung-Jakarta.

Selain itu, ada Kertajati yang diproyeksikan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) segitiga Rebana (Cirebon-Subang-Majalengka). Terlebih dengan adanya Bandara Kertajati atau pengembangan Aero City dan cukup dekat dengan Pelabuhan Patimban Subang.

Sayangnya kondisi ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Alih-alih mengurusi urusan umat, justru malah berpaling pada kepentingan para kapital. Proyek segitiga emas rebana sarat dengan permasalahan. Menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat tapi mengabaikan kemandirian negeri dalam pengelolaan negara, jelas akan mendatangkan petaka.

Investasi asing akan menjerat kebijakan. Pada akhirnya, rakyat juga yang kena dampaknya. Belum lagi derasnya budaya kebebasan yang masuk, akan menjauhkan jati diri muslim yang merupakan mayoritas penduduk di negeri ini. Sedikit demi sedikit, Islam menjadi sesuatu yang asing. Tanpa Islam kaffah, dipastikan berbagai persoalan akan mendera kehidupan rakyat.

Oleh sebab itu, perlu kiranya para pemimpin melakukan muhasabah. Mengukur kembali keputusan yang akan diambil. Apakah mengedepankan kepentingan rakyat ataukah para kapital. Sebab tanggung jawab memberi jaminan kesejahteraan dan menjaga keimanan rakyat, ada pada penguasa negeri. Wallahu 'alam

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement