Senin 02 Sep 2019 12:43 WIB

Pemindahan Ibu Kota, Solusi atau Penambah Masalah?

Berbagai masalah bisa timbul setelah ibu kota dipindahkan ke Kalimantan.

Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (8/5/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (8/5/2019).

Wacana mengenai pemindahan Ibu Kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan semakin santer terdengar. Kompas.com mengabarkan bahwa ada beberapa pertimbangan yang pemerintah ambil dari keputusan tersebut. Di antaranya adalah untuk memeratakan kesejahteraan dan karena Jakarta sudah terlalu padat. 

Seperti halnya solusi-solusi kartu yang diberikan oleh pemerintah, baik itu kartu KIS untuk masyarakat miskin, Kartu Indonesia Pintar untuk pelajar yang tidak mampu, dan lain lain, solusi-solusi ini secara tidak langsung menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memeratakan kesejahteraan untuk rakyatnya, dan mengatasi  kemiskinan, serta menyediakan pendidikan yang layak bagi warganya.

Baca Juga

Kepadatan penduduk di Jakarta saja tidak bisa diatasi sehingga Ibu Kota harus dipindahkan, apalagi mengatasi masalah-masalah lain yang terjadi di seluruh Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah secara tidak langsung mengakui kegagalannya. 

Dan seperti halnya solusi-solusi kartu tersebut, bisa dipastikan pemindahan Ibukota akan menimbulkan masalah-masalah lain. KIS atau KIP, misalnya menimbulkan masalah karena adanya  potensi korupsi dana atau pemalsuan data, sehingga sama sekali tidak mencapai target. 

Berbagai masalah bisa dipastikan timbul sebelum dan setelah Ibukota dipindahkan ke Kalimantan. Untuk memindahkan ibukota bisa dipastikan memakan biaya yang sangat tinggi. Bagaimana pemerintah akan membiayainya? Dengan hutang luar negeri? Semua orang tahu, hutang luar negeri kita sudah keterlaluan banyaknya. Dengan memaksimalkan pemanfaatan pendapatan negara?

Apa yang menjadi sumber utama pendapatan negara? Pajak? Pengolahan SDA? SDA sudah dikuras habis oleh asing, ingat! Secara logika, emas di Papua bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Perbandingan pajak dan penghasilan juga semakin tidak masuk akal. 

Setelah pemindahanpun, kemungkinan banyak masalah akan timbul. Apa yang akan terjadi jika Jakarta ditinggalkan? Akankah posisinya secara ekonomi masih bisa dipertahankan? Jika tidak, maka akan dikemanakan para perantau Jakarta? Pindah ke Kalimantan?

Jawabannya tidak sesederhana itu. Bagaimana pula dengan kecemburuan daerah-daerah lain yang tidak dipilih sebagai Ibu Kota?  Dengan keadaan seperti sekarang ini saja, OPM terang-terangan mendeklarasikan keinginannya untuk berpisah dari Indonesia.   

Lagi-lagi solusi tambal sulam yang ditawarkan untuk Indonesia. Lagi-lagi solusi bohongan yang ditawarkan. Dan ketika solusi Islam ditawarkan, ditolak mentah-mentahlah ide tersebut. 

Padahal Islam tidak akan membiarkan SDA dikuasai asing. Kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti air dan  pertambangan tidak boleh dikuasai individu tertentu atau swasta, apalagi pihak asing. Kekayaan alam tersebut harus dikelola oleh pemerintah untuk kemakmuran rakyatnya.

Lagipula, hal ini sudah tertuang dalam UUD 1945, yang merupakan penjabaran dari Pancasila. Sekarang baru kelihatan siapa yang mengkhianati Pancasila. 

Pengirim: Asri Hartanti, Ibu Rumah Tangga

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement