Kamis 15 Aug 2019 15:01 WIB

Mahasiswa UMM Inisiasi Lestarikan Budaya Lokal Pentongan

Alat ini memiliki fungsi sangat vital bagi masyarakat Jawa dan Nusantara.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Mahasiswa praktikum //Public Relations//, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Analogi Project, menginisiasikan program pelestarian budaya lokal pada alat tradisional, pentongan.
Foto: Dokumen.
Mahasiswa praktikum //Public Relations//, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Analogi Project, menginisiasikan program pelestarian budaya lokal pada alat tradisional, pentongan.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mahasiswa praktikum Public Relations Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Analogi Project, berhasil menginisiasi program pelestarian budaya lokal. Kegiatan ini terutama dilakukan pada alat tradisional, pentongan.

Ketua Tim Analogi Project, Faiz Firojabbi menerangkan, pentongan merupakan salah satu alat atau media komunikasi tradisional yang kini perlahan telah tergerus oleh arus modernisasi. Alat ini memiliki fungsi sangat vital bagi masyarakat Jawa dan Nusantara pada masa lampau. "Namun kini keberadaannya sudah bisa dihitung jari," terangnya kepada Republika, belum lama ini.

Faiz mencontohkan bagaimana Desa Pesanggrahan, Kota Batu, merawat pentongan.  Wilayah yang letaknya berada di pusat pemerintahan Kota Batu ini hanya memiliki lima buah pentongan. Kelima pentongan hingga sekarang masih berfungsi dan terawat.

Berdasarkan situasi tersebut, Faiz dan kelompoknya berhasil menggandeng Desa Pesanggrahan dan AKUR Hakarya Budaya (Lembaga Kebudayaan Desa Pesanggrahan) untuk melakukan langkah konkret. Mereka berupaya melakukan penyelamatan dan pelestarian pentongan tersebut. Salah satunya dengan mengadakan Jamasan Pentongan, pada awal pekan lalu.

Menurut Faiz, Jamasan Pentongan berarti kegiatan memandikan alat tradisional tersebut. Kegiatan ini tak lepas dari riset dan beberapa pendapat dari para sesepuh Desa Pesanggrahan.

"Pentongan ini memiliki makna sebagai para pejabat/tokoh, pemegang dan pemberi suara kebijakan, hingga pemaknaan sebagai sebuah kedaulatan yang berada di tangan rakyat berada pada instrumen pemukul pentongan," jelasnya.

Struktur pentongan terdiri atas lubang yang berada di tengah berbentuk persegi panjang, bulat dan oval. Hal ini bermakna biasanya di tengah-tengah masyarakat sering dikiaskan sebagai 'cangkem' atau mulut. Di sisi lain juga ada penyebutan istilah 'weteng' atau perut dalam pentongan atau yang ada pada bagian lingkar pentongan.

Lalu adapula lubang atas yang berbentuk lingkaran. Bagian ini biasanya digunakan untuk menggantung kentongan. Bisa juga dikiaskan sebagai 'ndas / sirah' atau kepala dan lehernya.

Pentongan hingga akhir tahun 90-an sebenarnya masih eksis sebagai salah satu media komunikasi tradisional. Alat ini dapat memberikan kabar kepada masyarakat luas melalui suara pukulan yang dihasilkan. Oleh sebab itu, penempatan pentongan hanya berada di tempat-tempat tertentu sehingga menjadikannya sangat istimewa.

Namun kini pentongan tidak seperti dahulu kala. Alat ini tak lagi menjadi primadona masyarakat sebagai salah satu alat komunikasi yang paling digemari. "Berangkat dari situlah Jamasan Pentongan dilaksanakan, memiliki pesan-pesan moral yang tidak banyak masyarakat luas mengetahui,  hingga acara Jamasan Pentongan sebagai salah satu wujud pelestarian pentongan," tegasnya.

Dengan adanya kegiatan ini, Faiz berharap, Desa Pesanggrahan memiliki satu destinasi wisata budaya yang bisa digendakan setiap tahunnya. Pasalnya, Jamasan Pentongan merupakan acara berbasis budaya dengan dibalut tradisional Jawa yang sangat kental. "Dan ini baru pertama kali dilakukan di seantero Jawa Timur ini," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement