Selasa 13 Aug 2019 14:14 WIB

Gerakan Sekolah Menyenangkan Mulai Berjalan di Jawa Tengah

GSM sejalan dengan program-program yang dimiliki Pemprov Jateng.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal (berdiri) kala mengisi workshop GSM di SMKN 11, Semarang, Selasa (13/8) siang.
Foto: dokpri
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, Muhammad Nur Rizal (berdiri) kala mengisi workshop GSM di SMKN 11, Semarang, Selasa (13/8) siang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mulai berjalan di Provinsi Jawa Tengah. Hal itu ditandai dengan digelarnya workshop GSM di SMKN 11, Kota Semarang, Selasa (13/8) pagi. 

"Sebanyak enam SMA/SMK akan menjadi contoh model implementasi GSM. Jadi keenam sekolah ini akan jadi pionir untuk menerapkan GSM. Nantinya keenamnya akan dievaluasi setiap tiga bulan," ujar Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri, saat membuka worskhop GSM, Selasa (13/8).

Keenam sekolah ini meliputi SMKN Jambu Kabupaten Semarang, SMKN H Moenadi Ungaran, SMKN 11 Kota Semarang, SMAN 1 Boja Kendal, SMAN 16 Kota Semarang, serta SMAN 1 Singorojo Kendal. Diharapkan melalui konsep ini, siswa bisa mendapatkan proses belajar yang menyenangkan di sekolah.

"Jadi guru lebih banyak akan menjadi semacam sutradara saja, sebagai perencana. Bahkan guru bisa menjadi seperti teman atau sahabat yang bisa diajak sharing," kata Jumeri yang mewakili Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang berhalangan hadir.

Menurut Jumeri, program GSM yang berawal dari gerakan akar rumput di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini sejalan dengan program-program yang telah dimiliki Pemprov Jateng. 

Di Jateng, tutur Jumeri, di antaranya terdapat gerakan sekolah vokasi internasional, program sekolah tanpa sekat, serta program menambah jumlah sekolah inklusi. "GSM ini adalah bagian dari sekolah tanpa sekat. Konsep ini linier dengan program-program yang telah kami gagas," kata Jumeri menambahkan.

Sementara itu, pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan salah satu konsep terpenting dari GSM adalah membangun empati sosial. Sehingga, nantinya manusia-manusia Indonesia di masa depan tidak akan tergantikan oleh robot atau Artificial Intelligence (AI).

"Kami menekankan bahwa yang harus diajarkan di sekolah saat ini adalah membangun keterampilan berpikir. Ini tentunya berbeda dengan menjejali anak-anak didik dengan konten-konten pengetahuan yang nantinya bisa dengan mudah dikuasai oleh robot," tutur Rizal.

Jadi, kata Rizal, yang harus menjadi fokus sekolah dan guru-guru bukan memberikan materi sebanyak-banyaknya kepada murid, namun memberikan murid sebuah ekosistem pendidikan yang memanusiakan. "Maka dari itu salah kaprah jika ada anggapan bahwa anak-anak didik akan semakin pintar jika diberikan semakin banyak pelajaran," kata Rizal.

Puluhan siswa dan guru yang memenuhi aula SMKN 11 terlihat antusias mengikuti workshop GSM yang dipimpin oleh Rizal dan co-founder GSM, Novi Candra. Suasana juga terlihat interaktif karena para peserta selalu tergugah untuk bertanya kala Rizal memaparkan konsep-konsep GSM yang terdengar baru bagi mereka. Workshop ini rencananya digelar selama tiga hari hingga Kamis (15/8) mendatang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement