Senin 12 Aug 2019 18:08 WIB

12 Agustus; Lahirnya Bung Hatta, Pahlawan tanpa Cela

Bung Hatta lahir hari ini tepat 117 tahun silam di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Mohammad Hatta
Foto: IST
Mohammad Hatta

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu

Jika disebutkan nama Mohammad Athar barangkali tidak banyak yang tahu. Berbeda jika disebutkan nama Mohammad Hatta, hampir semua rakyat Indonesia pasti mengenal sosok pria yang merupakan wakil presiden pertama RI.

Pemilik gelar Doktor HC dan Drs itu lahir pada 12 Agustus 1902, tepat 117 tahun silam di Bukittinggi, Sumatra Barat. Saat itu Bukittinggi masih bernama Fort de Kock.

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat. Sementara ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi.

Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari Bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900.

Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.

Sedangkan ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta. Tak heran jika darah ekonom mengalir deras di dalam diri Hatta.

Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang.

Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, lahir empat orang anak perempuan yang merupakan adik tiri Hatta.

Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga.

Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.

Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.

Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.

Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.

Kakeknya bermaksud akan ke Makkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar) Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Namun keputusan itu diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.

photo
Mohammad Hatta dan Rahmi menikah di Megamendung, Bogor, pada 18 November 1945.

Sebagai pejuang, Hatta baru menikah di usia yang tak lagi muda. Pada 18 November 1945, Hatta menikahi seorang perempuan Bandung, Rahmi Hatta dan dikarunia tiga putri; Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Pada tahun 1980, Hatta meninggal dunia dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Tak hanya di Indonesia, sepak terjang Hatta diakui dunia, termasuk Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Di Negeri Kincir Angin itu nama Mohammad Hatta diabadikan yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement