Rabu 07 Aug 2019 17:58 WIB

Rektor Asing dalam Dunia Pendidikan

Proyek rektor asing ini menjadi salah satu celah memformat perguruan tinggi

Rektor melantik sarjana dalam sebuah wisuda, ilustrasi
Foto: unpad.ac.id
Rektor melantik sarjana dalam sebuah wisuda, ilustrasi

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan perlu ada perbaikan regulasi, termasuk terkait kuasa pengguna anggaran, di perguruan tinggi. Dengan demikian, rektor asing dapat memainkan peran memimpin universitas di Indonesia.

"Yang penting regulasi ada di Indonesia sendiri. jika sekarang ingin mendatangkan rektor asing, itu belum diatur secara detail, kata Menteri Nasir kepada wartawan di Gedung Ristekdikti, Jumat (2/8). Sebelumnya sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012, perguruan tinggi asing tidak boleh masuk ke Indonesia, kecuali bekerja sama dengan Indonesia. Bisa kerja sama di bidang riset, pembelajaran dan bidang lainnya.

Baca Juga

Ia kemudian mengatakan memang saat ini payung hukum di Indonesia tidak memungkinkan untuk perekrutan rektor dari luar negeri pada tahun ini. Untuk itu, untuk menargetkan dalam memperbaiki regulasi pada 2019, sehingga dapat memulai perekrutan rektor asing melalui penawaran global pada 2020.

Regulasi tersebut akan memungkinkan rektor asing bisa menjadi kuasa pengguna anggaran. Sekarang ini, kuasa pengguna anggaran di perguruan tinggi negeri harus pegawai negeri sipil (PNS).

Tiap hari negeri ini selalu tersuasanakan oleh iklim Islamofobia di kampus. Islamofobia tersebut tida lain dalam rangka menyesatkan keberadaan ide Islam sebagai ideologi. Ini terbukti, di antaranya ketika BNPT pernah merilis 7 dan 10 PTN favorit yang terindikasi radikal.

Istilah semacam Islam radikal, Islam nusantara, Islam moderat, bahkan Islam liberal. Suatu ciptaan Barat sebagai bagian pengkotak-kotakkan masyarakat Islam dalam rangka mendistorsi Islam yang sejati.

Proyek rektor asing ini menjadi salah satu celah memformat perguruan tinggi, selain agar berkelas dunia, juga dapat diperas intelektualitas civitasnya demi publikasi ilmiah terindeks jurnal internasional, seperti indeks Scopus.

Karena sistem pendidikan berpotensi menghasilkan pasukan besar generasi, baik generasi terdidik maupun pendidik yang sesuai arahan penegak kebijakan ala barat. Padahal radikalisme di kampus itu sebenarnya tidak pernah ditemukan faktanya.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement