Rabu 07 Aug 2019 03:00 WIB

Gangguan Identitas Remaja Menggejala

Rasa takut pada Allah Swt akan menghindarkan remaja dari segala perbuatan buruk.

Remaja mengikuti sebuah seminar (ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Remaja mengikuti sebuah seminar (ilustrasi)

Kasus demi kasus yang terjadi pada remaja kian bertambah. Seorang remaja berinisial SNI (18) nekat membunuh anaknya sendiri. Pembunuhan dilakukan di dalam toilet RSUD Beriman. Kondisi bayi yang disumpal tisu toilet dan tali pusarnya dicabut. Setelah dipastikan tak bernyawa lagi, ia memasukkan ke dalam kantong plastik dam berencana membuangnya, namun petugas rumah sakit mengetahui saat ia hendak melarikan diri. 

Dari keterangan SNI dihadapan awak media mengatakan bahwa perempuan asal Tenggarong ini sejatinya tak ingin hal itu terjadi. Namun lantaran belum siap menikah dan belum siap punya anak, ia pun terpaksa melakukannya. Padahal pasangan yang menghamili siap untuk mengarungi rumah tangga bersamanya. Dikutip dari news.okezone.com, (28/7). 

Tak bisa dipungkiri, ragam fasilitas yang mendukung mereka untuk melakukan tindakan asusila. Seperti konten pornografi yang didapat dengan mudah. Hingga free sex yang tak bisa dihindari. Kita temukan generasi mengalami split personality (gangguan identitas). Mengakibatkan seseorang kehilangan kontrol atas pikiran, memori, perasaa, perbuatan hingga kesadaran atas identitasnya. Maka membunuh bayinya sendiri seperti yang terjadi di Tenggarong bukan sesuatu yang sulit terjadi. 

Kehidupan sekular memberi ruang kebebasan bagi remaja dalam berperilaku maksiat hingga mencabut fitrah mereka. Ditambah lagi, peran negara yang belum optimal bahkan nyaris gagal dalam mendidik remaja yang bertanggung jawab pada pilihannya. Begitupun juga perlindungan pada  remaja dari pergaulan bebas belum dilakukan sepenuhnya.  

Islam sebagai agama paripurna memiliki cara pembentukan kepribadian anak yang benar. Hal tersebut dilakukan dengan pembinaan keimanan (akidah), pembinaan dan pembiasaan ibadah, pendidikan perilaku (akhlak), pembentukan jiwa, pembentukan intelektualitas serta pembinaan interaksi sosial kemasyarakatan. 

Semua hal tersebut semata-mata guna melindungi remaja dari kemaksiatan dan mendidik mereka siap bertanggung jawab dihadpaan Allah Swt dalam menjalani kehidupan dunia. Seperti Rasulullah Saw, menjadikan Ali bin Abi Thalib ra, anak yang belum genap sepuluh tahun usianya, menjadi anak pertama memeluk Islam, mengenal Allah, mempelajari aturan-Nya serta membela agama Allah dan Rasul-Nya. 

Rasulullah Saw pernah berwasiat kepada Maudz ra: “Nafkahilah keluargamu sesuai dengan kemampuan yang kamu miliki. Janganlah kamu mengangkat tongkatmu dihadapan mereka serta tanamkanlah pada mereka rasa takut kepada Allah”. (HR Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bukhari)

Rasa takut pada Allah Swt akan menghindarkan anak dari segala perbuatan buruk. Larangan Allah untuk mencela, merugikan, melukai atau membunuh orang lain akan dipatuhi oleh anak yang punya rasa takut pada Allah Swt. 

Pengirim: Rindyanti Septiana, Pegiat Literasi Islam Medan

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement