Rabu 31 Jul 2019 07:56 WIB

STEI SEBI Gelar Diskusi Pedoman Akuntansi Wakaf

Diskusi itu mengundang nara sumber pakar praktisi, akademisi dan regulator.

Ilustrasi Wakaf / Wakaf Produktif
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Wakaf / Wakaf Produktif

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK --  Filantropi Islam khususnya wakaf makin meningkat.  Hal itu antara lain ditandai dengan  mulai bermunculan gerakan wakaf organisasi masyarakat, wakaf uang, wakaf profesi hingga wakaf saham. Hal tersebut juga memberikan peluang bagaimana pedoman wakaf khususnya dalam pengelolaan. Disiplin keilmuan akuntansi dalam hal ini berpengaruh penting. 

Terkait hal tersebut, STEI SEBI sebagai kampus pelopor ekonomi syariah menggelar diskusi pedoman akuntansi wakaf di kampus STEI SEBI Depok, Jawa Barat, Sabtu (27/7). Diskusi itu  diikuti oleh 42 peserta dari beragam nadzhir wakaf ( pengelola), peneliti, akademisi, hingga regulator terkait. 

Acara itu mengundang  narasumber dari beragam pakar  keilmuan, akademisi, praktisi hingga regulator. Mereka antara lain, Nur S Buchori SE, SPd, MSi, CIRBD dari Badan Wakaf Indonesia (BWI);  Dr Sigid Eko Pramono  (Bank Indonesia); Yakub SE, Ak, CA (Ikatan Akuntan Indonesia), dan Dr Dodik Siswantoro SE, Ak,  CA, MSACC dari Universitas Indonesia. 

“Diskusi memfokuskan pada problematika akuntansi wakaf yang masih belum banyak dipahami penuh oleh masyarakat. Adanya pedoman akuntansi wakaf yang disusun oleh BWI telah membantu.  Namun perlu saran, kritik dan masukan dari akademisi, praktisi peneliti, dan regulator terkait seperti Bank Indonesia. Sehingga,  nantinya bisa mendorong kemajuan aset umat melalui dana wakaf,” ujar Ketua STEI SEBI, Sigit Pramono PhD dalam sambutannya. 

Menurut Peneliti dan akademisi Dr Dodik Siswantoro,  setidaknya ada beberapa catatan penting yaitu pertama, perlu ada software pendukung untuk lembaga wakaf;  kedua, laporan perlu dipublikasikan ke publik, cukup highlight saja;  ketiga, kemudahan dalam berwakaf dan sistem yang mendukung pemeliharaan dana wakaf. 

Pedoman Akuntansi Wakaf, menurut  Nur S Buchori dari BWI sekaligus dosen STEI SEBI, harus tertuang beberapa poin, yakni: penerapan GCG, pengambilan keputusan keuangan, menilai prospek arus kas, informasi atas sumber daya ekonomi, dan informasi mengenai kepatuhan. “Sehingga bisa memudahkan para nadzhir dalam pengelolaan wakaf,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin 29/7).

Ia menambahkan, dalam penyajian laporan ketentuan umum ada beberapa poin,  yaitu tujuan laporan keuangan, tanggung jawab atas laporan keuangan, komponen laporan keuangan (PSAK 112), bahasa laporan keuangan lembaga nazhir, mata uang pelaporan, kebijakan akuntansi, dan  penyajian. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement