Jumat 26 Jul 2019 15:13 WIB

Selamatkan Generasi dari Tayangan Budaya Barat

Budaya berpacaran hingga aktivitas di luar batas adalah budaya dari barat

Muslimah Indonesia saat melaksanakan Shalat Ied di Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Muslimah Indonesia saat melaksanakan Shalat Ied di Jakarta (ilustrasi).

Dunia perfilman dihebohkan kembali dengan tayangnya sebuah film berjudul Dua Garis Biru. Film yang mengkisahkan sepasang remaja SMA yang berpacaran dan melampaui batas hingga berujung pada pernikahan dini menuai kontroversi. Film ini sempat menjadi korban petisi netizen hingga akhirnya tayang juga pada 11 Juli 2019 lalu.

Dikutip dari antaranews.com (11/7), menurut Deputi Keluarga Sejahtera dan Perberdayaan Keluarga BKKBN, film tersebut memberi pesan bahwa remaja harus memiliki rencana kehidupannya sejak awal hingga kelak membangun rumah tangga. Dua Garis Biru menggambarkan pernikahan di usia muda bisa merusak masa depan dan memupuskan berbagai cita-cita. 

Baca Juga

Ironis memang, film yang mengandung budaya barat justru dinilai menjadi edukasi bagi para remaja. Jika kita amati lebih dalam, bukan pada pesan yang ingin disampaikan, tapi justru pada adegan demi adeganlah yang akan dinikmati dan melekat pada penonton karena film memiliki pengaruh yang jauh lebih dahsyat ketimbang tulisan. 

Seperti yang dilansir dalam tirto.id bahwa para ilmuwan dari New York University mengetahui reaksi otak manusia terhadap adegan, warna dan musik latar dalam film dan hal itu menjadikan film-film mempunyai tujuan tertentu.

Budaya berpacaran hingga melakukan aktivitas melampaui batas jelas merupakan budaya dari barat. Nilai-nilai kebebasan yang diagungkan terus dipropagandakan lewat berbagai macam cara salah satunya adalah film. Maka jelas film dapat dijadikan sarana propaganda pergaulan bebas.

Film memang masih menjadi daya tarik tersendiri terlebih kisah romatika remaja yang tak pernah sepi dari peminat karena sebelumnya pun banyak tayangan yang menampilkan sisi pergaulan bebas. Lagi-lagi remaja sebagai generasi penerus menjadi sasaran empuk. Nilai-nilai yang akan disebarkan khususnya kepada remaja akan lebih mudah masuk dan inilah bahayanya jika nilai-nilai tersebut justru nilai kebebasan budaya barat dan bertentangan dengan identitas sebagai seorang muslim.

Selain sebagai sarana propaganda, film di era sekarang menjadi ladang bisnis bagi para pemilik modal. Maka tak heran cerita film nya pun akan disesuaikan dengan minat para penontonnya. Setali tiga uang, budaya barat masuk keuntungan material pun menumpuk. 

Jika generasi ini terus disuguhkan dengan berbagai tayangan yang mengandung budaya barat dan bertentangan dengan ajaran agama, lalu bagaimana nasib generasi ini? patutkah mereka meniru itu semua? Tentu saja tidak. 

Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam termasuk di dalamnya remaja jangan sampai terus tergiring untuk meninggalkan agamanya dalam urusan kehidupan. Pembinaan generasi sudah sepatutunya menjadi tanggung jawab bersama. Tak hanya orang tua, namun juga masyarakat dan juga negara. orang tua sebagai benteng pertahanan pertama memiliki kewajiban untuk mendidik dan membekali ilmu agama bagi anaknya. 

Masyarakat juga memiliki peran untuk senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat harus peduli dengan pergaulan remaja. Hal-hal yang memang bertentangan nilai moral dan juga nilai agama harus dicegah dan jangan dibiarkan. Sementara negara memiliki peran yang tak kalah besar pula untuk menjaga agar generasi ini tidak terpapar oleh budaya atau ide-ide dari barat, termasuk lewat tayangan film. Film menjadi salah satu sarana untuk mengedukasi. Boleh saja lewat film untuk memberikan edukasi namun selama film tersebut tidak mengandung ide yang bertentangan dengan nilai agama (Islam) dan justru makin menambah ketaatan sebagai hamba dari Sang Pencipta.

Tentu kita sangat mengharapkan agar generasi ini terselamatkan dari pengaruh tayangan yang mengandung budaya barat. Negara sebagai pengendali kebijakan memiliki kewajiban besar agar tayangan tersebut memang baik untuk rakyatnya. Namun semua itu tidak akan terwujud jika ide barat masih mencengkeram negeri ini. 

Pengirim: Novita Fauuziyah, S. Pd, Bogor

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement