Rabu 10 Jul 2019 14:15 WIB

Pantaskah Bangun Madrasah dari Utang Luar Negeri?

Utang luar negeri termasuk membangun madrasah lewat sistem riba harus dihindari.

Seratusan lebih santri kelas 9 Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan kelas 12 Madrasah Aliyah (MA) di Pondok Pesantren Tahfiz Misbahunnur di Kabupaten Bandung Barat menggelar Sema'an Al-quran dalam rangka menyambut bulan puasa Ramadan, Sabtu (4/5). Mereka membaca Al-quran tanpa melihat kitab dengan disimak oleh orangtua dan para guru.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Seratusan lebih santri kelas 9 Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan kelas 12 Madrasah Aliyah (MA) di Pondok Pesantren Tahfiz Misbahunnur di Kabupaten Bandung Barat menggelar Sema'an Al-quran dalam rangka menyambut bulan puasa Ramadan, Sabtu (4/5). Mereka membaca Al-quran tanpa melihat kitab dengan disimak oleh orangtua dan para guru.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah mengusulkan program peningkatan kualitas madrasah melalui skema pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Bank Dunia.  Bank Dunia telah bersedia untuk memberikan pinjaman senilai Rp 3,7 triliun. Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin, mengatakan anggaran yang besar tersebut akan memberi dampak manfaat yang besar.

"Manfaat itu bahkan menyasar hingga 50.000 madrasah. Kita ingin membangun sistem," kata Kamaruddin, dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (25/6). Ia mengatakan, dana sebesar Rp 1,6 triliun di antaranya akan digunakan untuk bantuan block grant bagi madrasah dan kelompok kerja (KKG, MGMP, KKM, dan Pokjawas). Dikatakannya, block grant ditujukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu madrasah berdasarkan need assessment, seperti pengembangan kapasitas guru dan tenaga kependidikan, pengadaan sarana prasarana penunjang pembelajaran, pengadaan peralatan laboratorium, pengadaan buku dan sumber belajar, dan lainnya.

Baca Juga

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ahmad Umar, menambahkan penerima manfaat program ini dapat diklasifikasikan dalam enam kelompok. Pertama, sebanyak 3.900 Madrasah Negeri (MIN, MTsN, MAN, MAKN) di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota. Kedua, 46.100 madrasah swasta (MI, MTs, MA, MAK) di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota.

Ketiga, sebanyak 174.534 guru dan tenaga kependidikan (Kepala madrasah, Pengawas, Laboran dan Pustakawan) di madrasah negeri dan swasta pada level MI, MTs, MA, dan MAK di 34 provinsi dan 514 kabupaten. Keempat, 1.100 calon kepala madrasah dan calon pengawas di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota. Kelima, 8,2 Juta siswa dan siswi MI, MTs, MA dan MAK. Keenam, staf kantor Kementerian Agama di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Rencana pemerintah untuk menambah utang luar negeri ini sekiranya perlu dicermati dengan kritis.  Sebagai masyarakat muslim yang menginginkan negeri ini tumbuh maju dan mandiri bukanlah dengan cara menghutang.  Dengan menambah utang untuk membangun madrasah tentu akan menambah utang luar negeri Indonesia yang sudah mencapai 5.000 triliun lebih (cnnindonesia.com). 

Utang luar negeri dengan sistem riba tentu harus dihindari.  Keharaman sistem pinjam meminjam uang dengan riba afakah keharaman. dan di balik keharaman pasti tersimpan kemudharatan baik itu manga pendek maupun jangka panjang, terlihat maupun tersembunyi.

Perlu disadari pula bawa utang luar negri adalah alat penjajah untuk menjajah, maka sebagai negara yang berdaulat kita harus kembali menegakkan kedaulatan kita dengan penanganan terhadap masalah utang luar negeri jika Indonesia ingin terlepas dari cengkraman neoliberalisme. 

Membangun madrasah dengan hasil pinjaman utang luar negeri sama saja dengan menggadaikan masa depan generasi muslim Indonesia ditangan penjajah.  Padahal sektor pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah agar negara ini tumbuh maju dan mandiri. 

Dengan keyakinan yang penuh, madrasah di Indonesia insyaallah akan terus maju,  dan menghasilkan siswa didik yang sholeh tanpa utang luar negeri. Tentu dengan semangat kerja tulus ikhlas oleh segenap Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama. Dan semua elemen masyarakat mendukung pendidikan dengan kurikulum islami. Semoga semakin memuluskan kembalinya kejayaan Islam. 

Pengirim: Deni Heryani, Komunitas Literasi Muslimah

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement