Selasa 23 Jul 2019 17:10 WIB

Grasi Bagi Sang Pelaku Pedofilia

Grasi bagi pelaku pedofilia dinilai bisa membuat kasus pelecehan seksual marak

  Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (29/1).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Aksi kampanye menentang kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (29/1). (Republika/ Tahta Aidilla)

Kasus pembebasan sang pelaku pedofilia Neil Bantleman memperlihatkan bahwa negara lemah menghadapi kasus kriminalitas yang terutama dilakukan oleh warga asing. Pedofilia merupakan pelecehan seksual yang dilakukan seorang laki-laki ke laki-laki yang lain.

Dikutip dari Kompas.com, Neil Bantleman adalah terpidana kasus pelecehan seksual yang juga mantan guru di Jakarta International School (JIS) tahun 2015 silam. Hal ini membuat Neil harus mendekam di LP Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur.

Ia dihukum 11 tahun penjara di tingkat Mahkamah Agung (MA). Namun Neil sekarang dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 Juni 2019.

Keputusan Presiden tersebut membuat orang tua korban heran. Kok bisa seorang Neil bebas karena grasi. Menurut Theresia, salah satu ibunda korban, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com mempertanyakan tentang grasi itu apakah benar-benar dikeluarkan oleh Presiden karena sebagai pihak pelapor, dia tidak pernah dikirimi surat oleh pengadilan tentang grasi yang diberikan kepada Neil.

Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyesalkan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada Neil Bantleman. Anggota KPAI Putu Elvina mengatakan bahwa grasi Jokowi tersebut menjadi lembaran hitam terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia.

Putu menyebut kasus pelecehan seksual siswa JIS itu menjadi komitmen pemerintah memberi perlindungan kepada anak-anak. Ia menilai pemberian grasi kepada terpidana kasus pelecehan seksual tentu bertolak belakang dengan upaya pemerintah melakukan perlindungan anak-anak dan kekerasan seksual. Menurutnya, sebelum memberikan grasi seharusnya Jokowi mempertimbangkan nasib korban pelecehan seksual tersebut.

Dengan adanya grasi ini, telah membuat kasus pelecehan seksual semakin marak karena tidak ada hukum yang tegas kepada pelakunya. Pelecehan seksual terutama pedofilia merupakan penyakit menular yang membahayakan moral dan kualitas generasi masa depan.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya bisa memberikan perlindungan dan keamanan bagi rakyatnya bukan sebaliknya. Hanya syariat Islam yang punya visi penyelamatan generasi dengan menerapkan hukum-hukum pencegahan dini. Hukum yang bisa membuat para kriminal menjadi jera dan akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan.

Pengirim: C Ruli Dianawati, Pengurus MT Ar-Rahmah, Kediri, Jawa Timur

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement