Selasa 23 Jul 2019 16:58 WIB

Janji Hajar Pungli, Benarkah Bukan Retorika Belaka?

Keberanian Jokowi untuk hajar pungli akan terlihat dari susunan kabinet barunya

Ilustrasi Pungli
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Pungli

Salah satu poin dalam pidato kemenangan Joko Widodo (Jokowi) dihadapan publik, Ahad 14 Juli 2019 di Sentul International Convention Center, Bogor Jawa Barat.

Pidato kemenangan itu berlangsung fasca Mahkamah Konstitusi (MK) menolak  gugatan sengketa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres/Pilwapres) yang dilayangkan oleh Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres/Cawapres) nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Solahuddin Uno.

Baca Juga

Dan penetapan pemenang Pilpres dan Pilwapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pihaknya siap menghajar Pungutan Liar (Pungli) dan proses perizinan yang berbelit belit.

" Yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, yang berbelit belit, apa lagi ada punglinya! Hati hati kedepan saya pastikan, akan saya kejar, saya kontrol, saya cek dan saya hajar kalau perlu ".

Isi pidato Jokowi itu juga menyinggung tentang calon calon menteri yang akan duduk di kursi menteri dalam kabinetnya adalah orang orang yang mampu untuk bergerak lincah dan cepat.

Ini membuktikan Realisasi dari Reformasi birokrasi, Presiden Jokowi minta agar pelayanan seperti pemberian izin juga dipercepat, jika tidak kata Jokowi ia memastikan akan ada konsekwensinya.

"Begitu saya lihat tidak efisien atau tidak efektif, saya pastikan, saya pangkas, dan saya copot pejabatnya. Oleh karena itu saya butuh menteri menteri yang berani. Kalau ada lembanga lembaga yang tidak bermanfaat dan bermasalah, saya pastikan, akan saya bubarkan ", ucap Jokowi.

Apa yang disampaikan oleh Jokowi itu, merupakan warning (Peringatan) bagi para birokrasi dan aparat yang berhubungan langsung dalam pelayanan terhadap masyarakat, yang selama ini pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkesan lambat dan berbelit belit.

Memang tidak dapat untuk dipungkiri, bahwa selama ini dalam setiap urusan yang dilakukan oleh masyarakat, sering dipersulit dan berbelit belit yang ujung ujungnya untuk mendapatkan uang pelicin.

Akibat dari urusan birokrasi yang sulit dan berbelit belit itu membuat para investor enggan untuk berinvestasi. Dan yang mirisnya hal itu tidak hanya terjadi dipusat, tapi juga terjadi didaerah, sampai ketingkat desa dan kelurahan.

Menurut data Center of Reforn on Economics (CORE), mencatat pertumbuhan industri Indonesia saat ini berada diangka 4,27 persen, selain nilainya terus menurun, berada dibawah pertumbuhan ekonomi diangka 5,17 persen sepanjang tahun 2018.

Dalam pidato kemenangan Jokowi itu, menunjukkan bahwa pentingnya investasi bagi Indonesia sebagai negara yang berkembang. Sebab jika investasi mandek, akan berdampak terhadap pertumbuhan manufaktur Indonesia yang akan mengalami perlambatan atau kontraksi.

Maka oleh karena itu dalam pidato kemenangannya, Jokowi mendorong semua pihak untuk bekerja lebih giat dan sungguh sungguh serta memperlancar seluruh urusan yang menyangkut investasi, terutama dalam hal perizinan, pembebasan lahan, perburuhan (ketenagakerjaan) tanpa dibarengi dengan pungli.

Persoalan investasi memang tidak terlepas dari masalah perizinan, pembebasan lahan dan ketenaga kerjaan.

Disamping maraknya pungli yang dilakukan oleh birokrat dan aparat dalam hal perizinan dan keamanan, ditambah lagi tindakan para premanisme yang melakukan kutipan liar kepada para investor, sehingga membuat para investor tidak merasa nyaman untuk berinvestasi. Yang pada akhirnya mereka mengalihkan investasinya kenegara yang mereka rasa lebih nyaman.

Bukan Retorika

Apa yang disampaikan oleh Jokowi dalam pidato kemenangan itu, banyak pihak berharap semoga bukan hanya retorika, yang merupakan teori diatas kertas, sementara dalam pelaksanaannya Jokowi ragu untuk melakukan tindakan.

Kata pungli yang digunakan oleh Jokowi sebagai penghambat lajunya investasi merupakan contoh kegamangan bagi Jokowi untuk menindak permasalahan yang lebih besar dari pungli, seperti korupsi. Korupsi di Indonesia sudah menjadi kejahatan yang Terstruktur, Sistimatis dan Masip (TSM), yang dapat mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, yang dilakukan oleh para pejabat sebagai pemangku kepentingan, politisi dan penegak hukum.

Keengganan Jokowi untuk mengatakan akan menghajar koruptor, bukan oleh karena para koruptor itu dari kalangan birokrasi, atau penegak hukum, tapi melainkan para koruptor itu bernaung di dalam Partai Politik (Parpol).

Terpilihnya Jokowi sebagai Presiden untuk kedua kalinya tidak terlepas dari peran serta dan dukungan yang diberikan oleh Parpol yang berkoalisi.

Walaupun Jokowi mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki beban dalam menjalankan tugas kepresidenan, dan mengharapkan dukungan Parpol, karena Jokowi telah dibatasi oleh Undang Undang (UU) yang membenarkan jabatan Presiden  hanya dua periode.

Akan tetapi Jokowi masih tetap memerlukan dukungan Parpol untuk mengamankan kebijakan yang dilakukan. Tanpa dukungan Parpol, mustahil Jokowi dapat menjalankan kebijakannya sebagai Presiden dalam mewujudkan visi misinya lima tahun kedepan.

Terlebih bagi menteri yang berasal dari Parpol untuk melakukan reshuffle. Pada hal langkah atas keberanian Jokowi untuk mereshuffel para menterinya yang memiliki kinerja lambat, sangat dinantikan oleh masyarakat dan investor.

Menanti Kabinet Baru

Keberanian Jokowi untuk menghajar habis pungli, itu akan terlihat dari susunan kabinet barunya. Jika Jokowi masih melakukan peminangan kepada Parpol untuk mendudukkan kader Parpol dikabinetnya, maka langkah Jokowi akan terganjal untuk menghajar habis pungli.

Karena pungli tidak bisa dilepaskan dari para pemburu rente yang bercokol di Parpol. Umumnya pelaku korupsi kebanyakan kader kader terbaik Parpol yang duduk dilembaga Legeslatif dan kepala daerah. Jika ini terjadi maka sulit Bagi Jokowi untuk menyelesaikannya.

Seperti apa yang sampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam acara penyerahan penghargaan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). JK mengatakan, lambatnya pelayanan publik terutama perizinan bagi pengusaha, alhasil korupsi hadir sebagai jalan mempercepat layanan perizinan yang sulit.

Untuk membuktikan isi pidato kemenangan Jokowi yang akan membabat habis pungli bukan hanya sekedar retorika. Itu akan tercermin dari susunan kabinet Jokowi yang akan datang.

Jika kabinet Jokowi masih didominasi oleh kader kader Parpol, maka langkah Jokowi untuk membabat habis pungli hanya merupakan selogan indah belaka.

Karena Jokowi akan terkungkung dalam cengkraman Parpol. Sebab pungli tidak terlepas dari permainan politik.

Beranikah Jokowi untuk melawan tekanan Parpol, untuk melepaskan diri dari cengkraman Parpol? Mari sama sama kita tunggu? Semoga!

Pengirim: Wisnu AJ, Sekretaris Forum Komunikasi Anak Daerah (Fokad) Kota Tanjungbalai Sumut

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement