Kamis 11 Jul 2019 18:52 WIB

Alhamdulillah, Umat Islam Sepakat Pelajaran Agama Tetap Ada

PBNU dan Muhammadiyah sepakat pelajaran agama harus tetap ada di sekolah

Guru mengajar di kelas. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Guru mengajar di kelas. (Ilustrasi)

Dikutip dari Republika, praktisi Setyono Djuandi Darmono menyarankan Presiden Joko Widodo meniadakan pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama dinilai harus menjadi tanggung jawab orang tua serta guru agama masing-masing, bukan guru di sekolah. Dirinya berpandangan pendidikan agama cukup diberikan di luar sekolah, seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.

Namun dalam keterangan tertulis yang dilansir JPPN, pihak Desk Komunikasi Jababeka Ardiansya Djafar menilai ucapan Darmono telah disalahartikan. Inti dari pernyataan Darmono bukan mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah, melainkan sebuah koreksi dan renungan tentang apa yang salah dari pendidikan agama. Salah satu yang dikhawatirkan adalah masukannya paham agama yang ekstrem ke sekolah dan universitas.

Alhamdulillah, opini ini segera disikapi secara tegas oleh banyak tokoh Islam. Di antaranya, Ketua PP Muhammadiyah, Prof Yunahar Ilyas, dan juga Ketua PBNU, Robikin Emhas. Demikian pula dari pihak Kementerian Agama sendiri dan KPAI.

Mereka sepakat untuk tidak setuju jika pelajaran pendidikan agama ditiadakan di sekolah. Pun sangat tidak tepat jika menghubungkan pendidikan agama dengan kekhawatiran munculnya radikalisme. Dari pihak KPAI bahkan menyatakan bahwa pendidikan agama akan menjadi lawan dari radikalisme dan terorisme, jika guru yang mengajarkan adalah guru agama yang kompeten dan terseleksi. 

Sikap sepakat seperti ini tentu bagai angin segar bagi umat Islam Indonesia yang memiliki trauma sejarah masa lalu akibat peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI yang dikenal sebagai pihak berhaluan atheis. Sikap atheis ini jelas bertentangan dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal ini senada dengan pernyataan Ketua PBNU, Robikin Emhas. Menurut Robikin, melalui agama, manusia bisa mengenal Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang. Selain itu, jelas dia melalui agama manusia mengenal bagaimana pola hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam lingkungannya.

Mempelajari agama dimaksudkan agar menusia dapat mencapai kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun setelah kematiannya. Masih menurut Robikin, berdasarkan konstitusi tidak seorang pun warga negara boleh tidak beragama. Karenanya, negara harus hadir melalui pendidikan agama di sekolah. Terlebih karena Indonesia adalah negeri muslim terbesar di dunia.

Sebagai refleksi, di sinilah pentingnya mempelajari agama Islam tidak sebatas di sekolah. Hal ini juga menegaskan bahwa pendidikan agama Islam di sekolah hendaknya dalam rangka membentuk anak didik agar berkepribadian Islam. Karena Islam memang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam sekup individu, keluarga, dan masyarakat.

Pengirim: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si, asal Kampung Inggris, Pare, Kediri Jawa Timur

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement