Senin 15 Jul 2019 07:13 WIB

Siapa Sangka Depok Sejak Abad 18 Sudah Punya Presiden

Jabatan presiden dibuat setelah ada perselisihan ahli waris soal tanah.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden pertama dari Kaoem Depok, M.F Gerit Jonathans.
Foto: Amri Amrullah/Republika
Presiden pertama dari Kaoem Depok, M.F Gerit Jonathans.

REPUBLIKA.CO.ID, Siapa sangka, kalau Kotamadya Depok pernah mempunyai presiden. Bahkan, presiden warga Depok sudah ada sebelum Republik Indonesia berdiri. Meski begitu, daerah hasil pemekaran Kabupaten Bogor ini memiliki presiden bukan dalam kapasitas sebagai kepala negara. Presiden yang dimaksud adalah pendiri Depok lama, yang merupakan cikal bakal berdirinya kota berikon belimbing dewa ini.

G Jonathans adalah presiden Republik Depok yang terakhir karena pada 4 Agustus 1952 pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh tanah partikelir Depok. Kecuali gereja, sekolah, balai pertemuan, dan lahan pemakaman, semuanya diambil alih dikuasai pemerintah dengan kompensasi ganti rugi sebesar Rp 229.261,26.

Depok pada abad ke-18 merupakan daerah administratif yang memiliki gemeente bestuur alias pemerintahan sipil. Penguasa pertama Depok bernama Cornelis Chastelein. Pria kelahiran Amsterdam, Belanda (10 Agustus 1657-28 Juni 1714) ini dapat dikatakan sebagai pendiri Depok pada 18 Mei 1693, setelah menguasai seluruhnya tanah di daerah itu.

Di tahun itu, pria berdarah Prancis ini "mbabat alas" dengan tujuan membuka lahan garapan. Cakupan teritorialnya sangat luas. Selain menjadi tuan tanah di area administratif Depok sekarang, Pasar Minggu (Jakarta Selatan) hingga Gambir (Jakarta Pusat) termasuk yang dikuasainya. Hal itu sebenarnya tidak mengherankan, sebab Chastelein merupakan pedagang ulung yang sukses dalam merintis usahanya.

Meski demikian, capaiannya itu tidak bisa dinafikan berkat bantuan para budaknya yang berasal dari berbagai suku daerah. Tidak ada angka pasti berapa jumlah budak itu.  Tercatat, hamba sahaya itu berasal dari Jawa, Sunda, Bali, Bima, Bugis, hingga Ambon. Saat itu, praktik perbudaan masih marak dan berlangsung di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia.

photo
tugu Cornelis Chastelein, Depok

Namun sebagai penganut Kristen Protestan yang taat, Chastelein dikenal sebagai pribadi welas asih. Atas pertimbangan kemanusiaan dan ketentuan penghapusan perbudaan di Amerika Serikat dan Eropa, ia mengikuti arus untuk memerdekakan budaknya. Chastelein memberi perhatian lebih bagi mereka yang mau masuk agama yang dianutnya.

Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Cornelies Chastelein (YLCC), para pekerjanya itu dibagi ke dalam dua belas marga, yaitu Bakas, Isac, Jonathans, Joseph, Laurenz, Leander, Loen, Samuel, Sudira, Tholence, Yakob, dan Zadoch. Nama yang disebut terakhir berjenis kelamin perempuan. Karena menganut sistem budaya paternalistik, garis keturunannya berhenti pada diri Zadoch. Mereka inilah yang menurut YLCC sebagai penduduk pertama yang mendiami Depok.

Berkat keharmonisan dengan mantan budaknya itu, pedagang VOC tersebut menjadikan daerah penyangga Batavia ini menjadi kawasan berkembang seperti sekarang. “Pusat keramaiannya berada di kawasan Depok laman,” kata Pembina YLCC Pendeta Carlo Leander.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement