Jumat 12 Jul 2019 20:06 WIB

Pelajaran Agama, Apa Salahnya?

Pernyataan penghapusan pelajaran agama bertentangan dengan UU Sisdiknas

Seorang guru sedang mengajar/ilustrasi
Seorang guru sedang mengajar/ilustrasi

Agama tentu tak sekedar mengajarkan tentang keberadaan sang pencipta. Lebih dari itu, agama merupakan pedoman hidup bagi manusia. Darinya seseorang memperoleh tuntunan hidup yang tak sekedar sukses di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Namun, apa jadinya jika pelajaran agama di lembaga pendidikan dihapuskan?

Sebagaimana pernyataan Chairman Jababeka Setyono Darmono yang mengkritik tentang fenomena pendidikan agama di sekolah memantik polemik. Ia mengusulkan agar pendidikan agama "dikeluarkan" dari kurikulum.

Baca Juga

Asumsinya, pendidikan agama secara tidak langsung menanamkan sikap eksklusivisme. Bola liar tentang penghapusan pendidikan agama pun semakin ramai. 

Tentu pernyataan tentang penghapusan pelajaran agama akan sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebab mata pelajaran pendidikan agama menjadi bagian tak terpisahkan dari Sisdiknas. Karena dalam pasal 12 ayat (1) huruf a UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan anak didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Apalagi sila pertama negara ini berdasarkan “Ketuhanan yang maha esa”.

Hal tersebut sungguh sangat disayangkan. Bagaimana tidak, adanya pelajaran agama di lembaga pendidikan saja masih ada anak didik yang berperilaku menyimpang dari nilai-nilai moral dan agama.

Apalagi jika pelajaran agama benar-benar dihilangkan. Bisa terbayang kondisi generasi penerus bangsa kedepannya akan menjadi sangat liar. Karena tidak sedikit orang tua masih berharap banyak pada pelajaran agama di lembaga pendidikan, agar anak-anaknya kelak dapat berakhlak mulia.

Karena sesungguhnya pelajaran agama yang di dapat di lingkungan sekolah diharapkan dapat membantu dan memperkuat pelajaran agama yang telah diperoleh anak didik di lingkungan keluarganya.

Begitu pun negara sebagai institusi tertinggi tentu lebih diharapkan dapat memperkuat dan menopang peningkatan pelajaran agama. Sehingga besar harapan anak didik kedepannya memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan-Nya.

Dengan demikian, sulit mengharap anak didik yang memiliki akhlak yang mulia, sementara pelajaran agama tidak ada. Karena sesungguhnya pelajaran agama bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap-Nya melalui pemberian pengetahuan, lebih dari itu pengamalan dalam kehidupan. Dari itu, pelajaran agama, apa salahnya?

Pengirim: Fitri Suryani, S. Pd, Guru Asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement