Selasa 26 Mar 2019 16:03 WIB

Desaku Beranda Surga

Desa yang kutinggali kini tak ramah lagi, akibat ulah manusia serakah

Pemandangan pedesaan (ilustrasi)
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Pemandangan pedesaan (ilustrasi)

Senin 20 November 1995

Tangis seorang bayi terdengar

Telah lahir ke dunia

Seorang laki-laki

Di desa sepi yang hijau akan pepohonan

Pandang mata terlihat pesona nan jelita alam menakjubkan

Pepohonan saling bersahutan seakan bercengkrama dengan suasana

Panorama sejuk dan segar terbalut kenyamanan desa

Sinar mentari itu menembus bilik rumah kecil hingga tersenyum

Kubuka jendela sapa angin pagi

Ringan kumelangkah songsong hidup ini

Hela lenguh lembu halau burung-burung

Bocah tawa riang,

Canda di kali yang jernih

Daun kelapa,

Elok saat melembai

Mengikuti arah angin

Semilir angin yang berhembus,

Bawa dendang pepohonan

Seperti restui para petani

Di desa ini aku dilahirkan dan aku dibesarkan

Bersama waktu iringi langkah kaki

Beriring doa dan sayang dari sang bunda

Dan di bawah didikan bijak dari sang ayah

Di tempat ini aku bermain dan menorehkan banyak sejarah

Di desa kecil tersemai indah cerita berkala

Terasa aku berkelana ke beranda surga

Hingga terucap syukur pada sujudku berkat indahnya desaku

Namun itu dahulu, 20 tahun yang lalu

Sangat berbeda dengan apa yang ada

Tak hijau lagi desaku, tak elok lagi daun kelapaku

Tak riang lagi canda di kali yang jernih

Desa yang kutinggali kini tak ramah lagi

Orang-orang yang lewat, beri senyum pun enggan

Desa sepi kini telah bising akan suara mesin pabrik

Sisakan banyak cerita suka dan duka

Desa nan luas hadirkan tempat bermain

Kini kian sempit karna pembangunan

Sana-sini kulihat bangunan megah entah milik siapa

Ooh desaku malang kini kau telah terkurung perumahan

Tanah kosong tak lagi nampak

Kebun-kebun hilang sisakan banyak kenangan

Isi rimba tak ada tempat berpijak lagi

Punah dengan sendirinya akibat rakus manusia

Kini engkau tak lagi rupawan

Pohon yang menghiasimu telah tumbang

Pemandangan hijau itu berubah perlahan

Akibat ulah manusia serakah

Kejahatan itu telah merenggut indahmu

Desaku menjerit seolah kesakitan

Demi manusia yang menapakinya

Ia ingin kembali indah rupanya

Namun apa daya

Desa kini telah menjadi milik kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement