Selasa 22 Jan 2019 17:07 WIB

Takkan Kembali

Kenapa juga harus berpisah saat merasa aman?

Sedih dan menangis (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Sedih dan menangis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Puisi Oleh: Israkhansa     

Kala itu, tiada perkenalan berarti.

Hanya ada bising suara yang tak pernah dinanti-

nanti,

kecemasan menggebu seolah harus segera

menjemput tibanya waktu,

hingga resah beradu tatap menjadi sebab kikuk

kian melanda.

Selembaran kertas seolah menuntut kami

untuk melebur satu,

Manik mata menegang diikuti helaan napas tak

beraturan.

Rasa-rasanya bagai mimpi tanpa terpaan angin.

Ibarat peribahasa, hidup segan mati tak mau,

kurang lebih, seperti itulah gambaran setahun silam.

Kala itu juga, tiada penyesalan berarti.

Sudah kali ke sekian, tubuh dan pikiran selaras

untuk terjaga sepanjang malam

terdengar sepintas luruhan isak tangis.

Yang tidak pernah dipertanyakan adalah mengenai

perpisahan.

Kenapa juga harus berpisah saat merasa aman?

Dan kenapa bisa merasa aman kalau akhirnya

harus berpisah?

Hanya ada satu jawaban; skenario Tuhan tidak

pernah terjangkau nalar ciptaan-Nya.

Miliaran rasa syukur,

memang tidak pantas terucap saat berpisah.

Tapi setidaknya,

hal itu mampu mewakili berjuta rasa bahagia

karena dipertemukan.

Dan semua pun tahu,

perpisahan tidak akan pernah bisa terhindari

walau hanya seujung kuku pun.

Entah itu karena takdir atau datangnya maut.

Tentang Penulis

Israkhansa adalah seorang penyair muda yang lahir di Coventry, Inggris. yang kini menduduki bangku kelas 10 di SMAN 14 Jakarta Timur. Selain suka memotivasi, dirinya juga aktif dalam penghidupan kembali literasi di kalangan generasi milenial melalui akun puisinya @isrkhs (di Instagram dan Twitter) dan juga @israkhansa di Wattpad.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement