Jumat 26 Apr 2019 15:36 WIB

Sore Sebelum Kenduri

Sial benar ibu Nyak Syukri karena bermenantukan perempuan hampir seumurannya

Sore Sebelum Kenduri
Foto:

Senyap, tak ada yang menjawab, sampai salah seorang perempuan berkain batik menjerit dan melompat-lompat dalam kelom pok orang-orang yang merajang cabe, bawang, dan lainnya. Seluruh perhatian tertuju pada perempuan yang menaik-naikkan kain batiknya itu, seekor belalang merayap di betisnya. Perempuan yang lebih tua mengambil binatang tersebut dan membuangnya, “ternyata hanya seekor belalang, kupikir tadi pacet atau ulat. Kenapa pula harus melompat-lompat?”

“Geli aku, Wa.” Perempuan-perempuan lain ikut menyalahkan perempuan yang melompat-lompat tersebut, hanya kemudian mereka kembali merajang cabai dan bercerita tentang harga beras yang semakin meroket.

Di ruang depan, penyewa pelaminan terlihat sedang memasang kain-kain berwarna warni dengan hiasan kasab keemasan di dinding. Sebuah pelaminan khas Aceh berwarna merah bercampur hijau sudah berdiri di dinding yang mengahadap ke pintu keluar.

Salah seorang dari mereka, yang penampilannya agak kemayu menjerit tertahan karena tangannya tertusuk paku payung, lalu diisapnya luka di jempolnya, kemudian dipencet-pencetnya luka itu dan darah segar keluar. Temannya menanyakan obat merah pada pemilik rumah yang ternyata tidak menyimpan obat tersebut.

Lelaki kemayu yang tangannya terluka menggeleng-geleng kepala, mengatakan tangannya tidak apa-apa. Pemilik pelaminan sepertinya menyanggupi untuk membeli obat saat pulang nanti dan mereka kembali bekerja menempelkan kain dan hiasan ke dinding rumah Kak Puteh.

Di depan rumah, para lelaki dewasa dan beberapa anak muda sedang membangun tenda, tempat tamu duduk keesokan hari, mereka juga menyusun kursi-kursi plastik di bawah tenda. Dua terpal juga dipasang di belakang rumah, satu terpal lain dipa sang di samping rumah sebagai tempat berlindung perempuan-perempuan yang sedang memotong daun ubi, mengurus ayam dan merajang cabai. Dua perempuan terlihat sedang memasukkan beras pulut ke dalam dandang, yang kemudian mereka letakkan di atas tungku dengan api yang menyala.

Langit sudah berwarna kemerahan, para perempuan di belakang rumah Kak Puteh, yang duduk bergerombol terus saja membicarakan hal-hal penting dan hal-hal yang tidak penting, sampai suara orang mengaji terdengar dari pengeras suara masjid. Mereka membubarkan diri, pulang ke rumah masing-masing.

Malam menjelang, perempuan-perempuan itu, tanpa diupah dan diperintah siapa pun datang kembali ke rumah kenduri untuk membereskan hal-hal yang belum beres. Dua orang di antara mereka menyalakan api, memasak air panas untuk membuat kopi dan teh, sementara tiga yang lainnya mulai menyiapkan pulut dan kelapa parut yang sudah disediakan tadi sore sebagai teman minum teh orang-orang yang datang pada malam itu.

Para lelaki terlihat bergerombol di bawah tenda depan rumah. Para remaja perempuan berada di ruang depan yang sudah dipasang pelaminan dan kain di dinding, sedang sibuk membuat serbet berbentuk bunga dan buah nanas. Tengah malam, ketika semua sudah dianggap selesai, orang-orang itu pulang dengan terkantuk-kantuk ke rumah masing-masing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement