Senin 25 Feb 2019 08:19 WIB

Bukan Untukmu Kujemput Rindu

Kalau memang ada sedikit saja rasa cinta kepadanya, belum cukupkah kamu menghukumnya?

Bukan untukmu kujemput rindu.
Foto:

Pukul 04.30 aku tiba di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, tangerang. Pesawat garuda akan terbang ke Banjarmasin pada pukul 05.45. Perjalanan Cengkareng-Banjarmasin butuh waktu dua jam 45 menit.

Aku mampir di mushalla untuk melakukan shalat Subuh. Kemudian chek-in di counter Garuda.

Masih ada waktu 45 menit sebelum boarding. Aku masuk salah satu executive lounge. Sarapan pagi, kemudian duduk di kursi pijat refleksi. Tiba-tiba ada pesan masuk ke dalam HP-ku.

"Selamat jalan, Saiful. Semoga Allah SWT selalu menjagamu di mana pun berada. Kita mungkin tidak akan berjumpa lagi. Aku akan pergi jauh dari hidupmu. Semoga suatu hari nanti sebuah pintu maaf akhirnya terbuka untukku."

Membaca SMS Marissa, yang terbayang di benakku justru wajah teduh ibuku. Lalu suratnya seperti dibentangkan di depan mataku:

Kalau memang ada sedikit saja rasa cintamu kepadanya, belum cukupkah engkau menghukumnya?

Kalau engkau memang benar-benar sudah tidak ada rasa cinta dan sayang kepada Marissa, lalu apa yang bertahun-tahun menahanmu untuk pulang kepada ibu? Toh Marissa sudah bukan siapa-siapa bagimu.

Aku memejamkan mata.

"Halo, apakah benar Anda akan menjual rumah di Cluster Espanola Telaga Golf?" tanyaku.

"I... iyyya. Maksudmu apa, Saiful?"

"Aku mau menjalankan amanah almarhumah ibuku. Aku mau membeli rumah itu beserta pemiliknya. Apakah kita bisa deal saat ini juga?"

"Mak... maksudmu..?"

"Deal atau tidak? Kalau tidak, aku akan langsung terbang ke Banjarmasin pagi ini."

"Ya, Tuhan. Apakah ini berarti pintu maaf untukku sudah terbuka dan kita akan merajut mimpi bersama?"

"Kamu belum menjawab pertanyaanku: deal atau tidak?"

"Iyyyaaa, kita deal," suaranya terdengar bergetar. "Tapi... tapi... aku seorang janda, Saiful," suaranya terdengar ragu.

"Sayangnya, almarhumah ibuku tidak mensyaratkan calon istriku harus seorang perawan. Beliau hanya menyebut satu nama: Marissa."

Terdengar pengumuman: "Para penumpang pesawat Garuda tujuan Banjarmasin, dipersilakan masuk pesawat melalui pintu F2."

Aku bangkit dari kursi. Kuambil tiketku, kusobek dan kubuang ke tempat sampah. Kemudian aku berjalan, bukan ke arah pintu keberangkatan, tapi arah keluar bandara.

Kembali terdengar pengumuman: "Panggilan terakhir para penumpang Garuda Indonesia tujuan Banjarmasin dipersilakan naik pesawat melalui pintu F2."

"Mas, antarkan saya ke Sawangan, Depok," kataku kepada sopir taksi bandara Soekarno-Hatta.

-- Depok-Jakarta, 2016

TENTANG PENULIS

IRWAN KELANA adalah cerpenis, novelis, dan wartawan Harian Republika. Ia telah menerbitkan sekitar 20 judul buku, baik novel, kumpulan cerpen, biografi maupun buku-buku Islam. Lebih dari 10 kali memenangkan lomba menulis novel, cerpen, karya tulis, dan artikel tingkat nasional. Ia juga aktif memberikan pelatihan jurnalistik dan sastra di dalam maupun luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement