Senin 25 Feb 2019 08:19 WIB

Bukan Untukmu Kujemput Rindu

Kalau memang ada sedikit saja rasa cinta kepadanya, belum cukupkah kamu menghukumnya?

Bukan untukmu kujemput rindu.
Foto:

Saat tiba di rumah, aku tak sabar untuk membaca surat ibuku:

Assalamu'alaikum, anakku Saiful.

Adakah doa yang lebih baik dari seorang ibu untuk anaknya, kecuali agar anaknya selalu diberkati oleh Allah di manapun berada?

Anakku Saiful.

Waktu terus berjalan. Umur kita semakin berkurang. Dan kita semua melangkah menuju kematian. Hanya kapan dan di mana tempatnya, itu yang kita tidak pernah tahu. Namun, yang pasti, kita semua sudah dikontrak mati oleh Allah.

Nak, kapan kamu mau berumah tangga? Jangan biarkan kebencian kepada Marissa menyelimuti hatimu. Kalau memang ada sedikit saja rasa cintamu kepadanya, belum cukupkah engkau menghukumnya?

Kalau engkau memang benar-benar sudah tidaka da rasa cinta dan sayang kepada Marissa, lalu apa yang bertahun-tahun menahanmu untuk pulang kepada ibu? Toh Marissa sudah bukan siapa-siapa bagimu.

Pulanglah, Nak, untuk menjemput rindu. Kalaupun tidak untuk Marissa, pulanglah untuk ibumu.

Tiba-tiba saja air mataku menderai.

"Ibu, maafkan aku yang telah menyia-nyiakanmu. Aku yang egois. Aku yang lebih mengutamakan kebencian cinta daripada mengasihimu. Ya Tuhan.... Andaikan Engkau berikan kesempatan kepadaku sekali saja untuk memeluknya dan mencium kakinya," gumamku.

Aku sesenggukan. Terbayang kembali wajah teduh ibuku. Seorang ibu yang selalu tulus berjuang untuk menghidupi dan mendidik aku dan adikku. Beliau menjadi janda sejak aku kelas 3 SD dan Dahlia kelas 1 SD.

Ia pernah berdagang keliling menjajakan lontong dan gorengan setiap pagi. Kemudian dia berjualan nasi uduk, lontong, dan gorengan di depan sekolahku.

"Saiful, kamu tidak malu kan kalau ibumu berjualan di depan sekolahmu?" tanya Ibu pada suatu malam.

Aku terhenyak mendengar pertanyaannya. Aku segera cium tangannya.

"Bu, Iful tidak malu. Iful malah bangga punya orang tua yang gigih seperti Ibu. Iful janji, akan selalu sungguh-sungguh dalam belajar agar jadi juara kelas dan bisa menjadi seorang sarjana. Doakan Iful, Bu, supaya kelak jadi orang kaya. Iful akan belikan rumah yang bagus untuk Ibu."

Ibuku memelukku. "Amin. Ibu selalu mendoakan supaya Iful dan Lia menjadi anak-anak Ibu yang saleh, sukses, bahagia, kaya-raya, dan suka membantu orang lain. Kita hidup ini sementara, bahkan terlalu pendeka waktunya. Namun, hidup yang pendek ini menjadi jembatan dan modal bagi kita untuk hidup yang panjang di alam barzakh dan hidup selama-lamanya di alam akhirat. Nah, salah satu jalan untuk meraih hidup selamat dan bahagia di alam barzakh dan alam akhirat adalah bersedekah atau membantu orang lain dengan kemampuan apa saja yang kita miliki," kata Ibu sambil mengusap kepalaku.

Ah, betapa aku merindukan belaian ibu. Tetapi, sekarang hal itu tak mungkin lagi aku dapatkan.

Sejenak melintas bayang wajah Marissa. Terlalu banyak kenangan indah waktu kuliah dulu. Tetapi, semua kenangan itu mendadak sirna berganti awan hitam manakala aku teringat pernikahannya yang tiba-tiba dengan lelaki pilihan orangtuanya.

TIba-tiba bayangan yang muncul berganti dengan wajah sendu Marissa saat berada di makam ibuku tadi pagi. Ibu berharap Marissa menjadi menantunya, tapi terlalu perih luka yang diigoreskannya di hati ini.

Hari Ahad. Besok pagi aku harus kembali ke Banjarmasin dengan pesawat pertama. Bakda shalat Subuh dan pengajian di Masjid Al-Iman, aku diajak salah seorang pengurus masjid untuk mampir ke rumahnya.

Namanya Haji Sodikin. Ternyata ia kakak kelasku enam tahun di atasku. Pantas saja kami tidak bertemu di kampus. Sebab, rata-rata kuliah di IPB butuh waktu empat-lima tahun selesai.

"Istri saya pagi ini masak kolak ubi ungu dan wedang uwuh. Asyik banget buat sarapan," kata Haji Sodikin.

Rumahnya di Cluster Espanola. Jaraknya sekitar 600 meter dari Masjid Al-Iman. Kami naik Mercedes Tiger warna putih. Itu rupanya mobil kesayangan Haji Sodikin.

Saat menuju rumah haji Sodikin, kami melintasi rumah Marissa. Aku terkejut ketika membaca tulisan: "DIJUAL CEPAT TANPA PERANTARA." Lalu di bawahnya dituliskan nomor ponsel. Setelah aku cek, itu nomornya Marissa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement