Jumat 01 Feb 2019 16:36 WIB

Angka Kematian

Hati dan pikirannya tertambat kuat pada hal yang kadang tak disukai teman-temannya

Angka Kematian
Foto:

“Kau mulai kurus. Wajahmu pucat. Apakah kau masih memikirkan mimpi itu? Berhentilah memikirkan angka lima itu. Itu hanya akan membebani pikiranmu saja. Semoga kau cepat sembuh, Ji.” Kata-kata sayu Badrun mengusap-ngusap celah jendela salah satu ruangan rumah sakit jiwa.

Kata-katanya beradu dengan tatapan kosong Aji. Beban pikiran yang tak mampu dibendung telah menggiring Aji mencicipi suasana rumah pesakitan itu.

Setelah hampir sepekan merasakan dinginnya kamar rumah sakit, akhirnya Aji diizinkan rawat jalan oleh tim dokter. Ia hanya butuh waktu sekitar tiga bulan untuk kembali sembuh. Tetapi ada yang berubah dari perangainya.

Ia kini tak lagi senang berhitung. Ya, ia sekarang tidak lagi menghitung jejak langkahnya ke sekolah, mencacah burung dissermurus paradiseus yang melayang di langit cerah, atau menganalisis banyaknya dedaunan yang luruh seperti yang gemar ia lakukan dulu.

Kini, ia seolah lupa pada kebiasaannya itu. Pikirannya tak tergerus lagi oleh hal yang beraroma angka. Semenjak kejadian itu, hidupnya terasa ringan tanpa beban. Namun, itu semua ternyata tak bertahan lama seiring kesibukannya mencari-cari sesuatu yang telah hilang dalam dirinya.

Pencariannya itu berlabuh pada suatu malam yang hitam lagi pekat ketika mimpi serupa yang pernah menyergapnya hadir kembali dengan angka baru, yaitu 4…4…4.

 

TENTANG PENULIS

Amir Syam adalah nama pena dari Amir Tjolleng. Saat ini, ia tengah menempuh studi S3 di Jurusan Teknik Industri Universitas Ulsan Korea Selatan. Cerpen yang pernah ditulisnya yaitu “Senyum Lastri di Cangkir Kopi” (Suara Merdeka, 2017) dan “Di Antara Pilihan” (Balai Bahasa Sulut, 2008)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement