Sabtu 06 Jul 2019 05:33 WIB

Akhir Hayat Seorang Laki-Laki Buta

Ia tak tahu dan tak bisa memilih kapan ia akan dijemput kematian

Akhir Hayat Seorang Laki-Laki Buta.
Foto:

Laki-laki buta yang akrab dipanggil Bas sedang menawarkan dagangannya. Terlihat beberapa orang mendekat menghampiri lapak laki-laki buta. Terlihat seorang perempuan berseragam abu-abu putih meletakkan beberapa lembar uang di atas tumpukan buku.

Jumlah yang menurutku tak sesuai dengan jumlah dan tebal buku yang dibawa perempuan berseragam abu-abu. Melihat itu, aku pun mendatangi perempuan itu.

“Apa kau tak salah memberikan uangmu, Mbak?”

Perempuan itu dengan senyumnya yang ramah menjawab bahwa sesungguhnya ia ingin beramal. Ia sengaja memberikan kelebihan uang karena merasa iba melihat Bas.

Kukatakan padanya apakah tidak apa-apa. Toh ia juga seorang pelajar. Perempuan berseragam abu-abu putih bahkan tak menghiraukan. Ia yakin dengan apa yang dilakukan.

Sembari melihat anak perempuan itu, aku jadi teringat dengan anak perempuanku. Betapa mulia dan bahagianya aku jika kelak anak perempuanku juga seperti itu.

Bas sendiri tidak mengetahui perihal itu. Di bawah terik sinar matahari, ia masih terus bertahan dengan menjajakan dagangan bukunya. Barangkali ia juga sudah tahu bahwa akan ada kejadian seperti itu.

Dengan meminta bantuan pedagang di sebelahnya, ia menghitung jumlah uang yang berhasil ia dapatkan setiap harinya. Jika ada kelebihan, tak lupa ia berikan kelebihan itu untuk disedekahkan. Bas memang baik. Melihat ini aku tak percaya bahwa Bas akan meninggal dunia seperti itu.

Pernah suatu hari di tengah kegelapan saat melewati lorong, ia pun membawa sebuah lampu senter. Entah mengapa ia lakukan itu. Padahal, ia buta. Aku pun bertanya kepadanya.

“Untuk apa kau nyalakan lampu senter? Bukankah ini takkan berguna untukmu. Kau sendiri buta.”

Dengan penuh keyakinan dia menjawab. “Kau benar. Aku memang buta. Bagiku tak ada gunanya. Namun, tidakkah kau melihat bahwa lampu senter ini menerangi ruang di sekitar. Jalanan pun menjadi terang.”

Saat itu juga ada pemandangan haru. Aku bahkan tak bisa berkata apa-apa. Aku belajar dari hal ini. Aku yang juga tak memiliki satu tangan ini merasa bersyukur mengenal Bas. Dulu aku merasa sedih dan hampir putus asa.

Aku kehilangan satu tanganku ketika usiaku sekitar 10 tahunan. Masa-masa yang harusnya bisa kuisi dengan hal-hal yang membanggakan, mendadak masa itu seakan terkubur oleh situasi tak menyenangkan. Apalagi aku hanya hidup sebatang kara. Satu-satunya yang masih kupunya adalah harapan untuk tetap bertahan hidup.

Aku sempat bingung apa yang bisa kulakukan saat itu. Hingga aku dipertemukan Allah dengan seorang laki-laki buta yang tak lain adalah Bas. Bas mengajari aku banyak hal tentang hidup. Lewat perbuatannya, lewat sikapnya terhadap orang-orang, dunia ini, dan segala yang ada di sekitarnya. Akan tetapi, aku masih tak percaya bahwa Bas akan meninggal dan dikenang orang dengan cara yang demikian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement