Selasa 02 Jul 2019 15:55 WIB

Daya Tampung PT Belum Sebanding Lulusan Sekolah Menengah

Setiap tahun jumlah lulusan SMA/SMK di atas 3,5 juta orang.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Peserta mengikuti Ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN) dengan ujian tulis berbasis komputer.
Foto: Republika/ Wihdan
Peserta mengikuti Ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN) dengan ujian tulis berbasis komputer.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Jumlah perguruan tinggi di Indonesia memang sudah cukup banyak. Sayangnya, itu belum mampu menampung lulusan-lulusan Sekolah Menangah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Padahal, pemerintah sendiri lima tahun mendatang akan mendorong lebih banyak anak muda lulusan SMA dan SMK melanjutkan pendidikan ke sekolah vokasi. Saat ini, disiapkan 500 pendidikan vokasi.

Semua tersebar di kota-kota seluruh Indonesia agar diarahkan jadi pusat pertumbuhan ekonomi. Rencananya, akses untuk bisa mengenyam pendidikan vokasi akan ditopang Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Deputi Menko PMK Bidang Pendidikan dan Agama, Agus Sartono menilai, tujuannya menurunkan angka kemiskinan dengan mendorong banyak anak miskin agar bisa berkuliah dan bekerja.

Hal itu disampaikan Agus di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, saat mengisi seminar internasional bertajuk The Future of Oral Health Care in Indonesia yang digelar Fakultas Kedokteran Gigi.

"Setiap tahun jumlah lulusan SMA/SMK di atas 3,5 juta orang, sementara daya tampung masuk perguruan tinggi hanya sekitar 1,8 juta orang," kata Agus.

Hampir separuh lulusan-lulusan sekolah menengah tidak melanjutkan kuliah ke pendidikan tinggi. Posisi ini dinilai menjadikan jumlah angkatan kerja masih didominasi lulusan pendidikan dasar.

Bahkan, persentase lulusan pendidikan dasar mencapai 65 persen. Lalu, pendidikan menengah 25 persen dan sisanya 10 persen barulah dari perguruan tinggi.

"Karenanya, kita kembangkan lima ratus sekolah vokasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi," ujar Agus.

Agus merasa, pendidikan vokasi saat ini menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas angkatan kerja. Sekaligus, mendorong peningkatan ekonomi keluarga kurang mampu.

Kepada lulusan Fakultas Kedokteran Gigi, Agus khusus berpesan agar mereka tidak lagi melirik pasar kerja dalam negeri. Tapi, sudah harus menjangkau pasar ASEAN.

Ia menilai, profesi dokter gigi dan keperawatan gigi bisa meningkatkan standar kualifikasi dengan adanya sertifikasi. Jika tidak, ancaman masuknya tenaga kerja luar sulit dihadapi.

Kepala Deputi Koordinasi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Agus Suprapto menuturkan, kesenjangan pelayanan kesehatan antar daerah di Indonesia masih jadi persoalan prioritas.

Agus berpendapat, kesenjangan itu disebabkan sistem pelayanan dan promosi kesehatan yang belum merata. Belum lagi, hanya 2,8 persen penduduk berusia atas tiga tahun yang sikat gigi dua kali sehari.

"Itu terjadi karena kurangnya upaya-upaya promosi kesehatan gigi dan mulut, serta jumlah dokter gigi yang tidak tersebar merata," kata Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement