Senin 01 Jul 2019 17:33 WIB

Tiga Permasalahan Utama Sistem Zonasi PPDB Menurut Ombudsman

Pemangku kepentingan diminta segera menyelesaikan sistem zonasi PPDB.

Calon peserta didik baru didampingi orang tuanya melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi serta jalur kurang mampu dan inklusi di Rumah Pintar, Denpasar, Bali, Senin (24/6/2019).
Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Calon peserta didik baru didampingi orang tuanya melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi serta jalur kurang mampu dan inklusi di Rumah Pintar, Denpasar, Bali, Senin (24/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman, Ahmad Su'adi mengungkapkan sejumlah permasalahan muncul dalam penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Ahmad menjelaskan, terdapat tiga permasalahan utama dalam penerapan sistem tersebut.

Pertama, Ahmad menilai ketersediaan informasi secara daring atau online belum tersedia secara transparan. "Ketidaktersediaaan informasi melalui online Itu menjadi masalah besar," ungkapnya di Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (1/7).

Baca Juga

Kedua, sejumlah oknum sekolah dengan sengaja telah memetakan daftar siswa yang menjadi prioritas. Karena itu, banyak siswa yang tidak masuk prioritas harus menunggu atau ngantri dan bahkan tidak bisa masuk sekolah tersebut.

"Mereka (yang prioritas) datang ke sekolah hanya memverifikasi nama saja. Sebab, namanya sudah ada didalam peta itu," ucapnya.

Masalah ketiga, tidak jelasnya peraturan pemerintah dalam menentukan kriteria berprestasi. Padahal, Ahmad menjelaskan, kreteria berprestasi memiliki banyak makna, misalnya bidang akademik, maupun non-militer akademik.

Selain itu, dia menyebut, pemerintah seolah melakukan pembiaran terhadap antrean orang tua hingga melakukan demi di sejumlah daerah. "Penanganan yang berlarut-larut seperti orang harus ngantre. Itu nggak ada satu pun kepala dinas, atau kepala daerah yang datang menyelesaikan," jelasnya.

Ke depannya, Ahmad meminta, kepada pemangku kepentingan, baik sekolah maupun kepala daerah untuk agar lebih cepat dalam menyelesaikan persoalan. "Seharusnya secepatnya ditangani. Karena itu yang terjadi dibanyak daerah," ucapnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyebut, berlakunya sistem zonasi PPDB akan mengakhiri era sekolah favorit. Ia menilai, sistem ini akan menjadikan kualitas sekolah merata.

Saya mohon masyarakat mulai menyadari bahwa namanya era sekolah favorit itu sudah selesai," kata Muhajir di Kompleks Parlemen I, Jakarta, Senin (21/6).

Muhadjir menjelaskan, sistem zonasi nantinya akan menyelesaikan masalah infrastruktur dan ketidakmerataan guru. Ia mengungkapkan, sistem zonasi akan memetakan kebutuhan pendidikan secara nasional.

Pemerintah, menurut Muhadjir, akan mendapatkan peta yang memperlihatkan daerah dengan jumlah sekolah yang tak sebanding dengan jumlah siswanya secara lebih rinci.

"Nah setelah tahu masalahnya, kami selesaikan per zona, baik dari ketidakmeerataan peserta didik kemudian kesenjangan guru, ketidakmerataan guru kemudian juga jomplangnya sarpras antar sekolah itu akan akan bisa ketahuan," kata Muhadjir.

Dengan pemetaan itu, menurut Muhadjir, maka Kemendikbud dapat meminta pemprov hingga pemkot atau pemkab untuk segera melakukan pembenahan atas zona yang dianggap masih kurang. Muhadjir mengatakan, anggaran untuk pembenahan itu sudah diberikan pada daerah sehingga pemda harus bertanggung jawab atas pemerataan itu.

"Dan memang karena uangnya itu ada di daerah, provinsi, kabupaten kota ya kami akan tinggal minta mereka untuk segera benahi itu. Ini ada hikmahnya kan dengan banyaknya kontroversi banyak daerah-daerah yang terbuka mulai sadar tentang ternyata sekolah di daerahnya belum sebagus yang didengungkan," kata Muhadjir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement