Rabu 26 Jun 2019 14:24 WIB

Rektor: Perguruan Tinggi Penting Kuasai Media Sosial

Media sosial dan jurnal dinilai penting untuk dikuasai perguruan tinggi

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Kampus UNY.
Foto: Wahyu Suryana.
Kampus UNY.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mengembangkan perguruan tinggi membutuhkan berbagai kekuatan. Media sosial dan jurnal merupakan dua kekuatan yang hari ini wajib dikuasai perguruan tinggi.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa mengatakan, setidaknya ada lima alasan terpenting dalam penggunaan media sosial.

Mulai mengisi waktu luang, menemukan konten lucu dan menghibur, tetap terhubung dengan teman, memperbarui informasi agenda terbaru dan berbagai cerita diri.

Sedangkan, platform media sosial yang banyak digunakan mulai dari YouTube, Facebook, Instagra dan WhatsApp. Bagi pendidikan tinggi, ia merasa, media sosial dapat digunakan untuk banyak manfaat.

"Sebagai sarana diplomasi, branding dan komunikasi internal," kata Sutrisna dalam Seminar Nasional di Akademi Militer Magelang, Selasa (25/6).

Ia menekankan, branding melalui media sosial sangat penting bisa dilakukan perguruan tinggi. Selain itu, banyak faktor yang hari ini membuat branding efektif semakin diperlukan.

Mulai dari faktor lingkungan eksternal seperti meningkatnya persaingan di pendidikan tinggi, meningkatnya biaya kuliah, sampai peningkatan profil peringkat perguruan tinggi.

Sayangnya, ia merasa, branding di perguruan tinggi masih berfokus kepada internal brand message. Lalu, masih berusaha mengontrol pembaca dengan bentuk broadcast messaging.

Komponen dalam branding merefleksikan pendapat perguruan tinggi tentang kualitas baik mereka atau kualitas yang mereka inginkan. Utamanya, ketika mahasiswa memilih perguruan tinggi tersebut.

"Agar dapat lebih optimal, isi media sosial perguruan tinggi tidak lagi bersifat statis dalam bentuk broadcast, tapi harus lebih interaktif," ujar Sutrisna.

Selain itu, jurnal jadi komponen penting bagi perguruan tinggi. Namun, sulitnya masuk jurnal nasional maupun internasional kadang membuat semangat dosen-dosen tergerus.

Padahal, Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII), Is Fatimah menilai, hampir semua publikasi naskah yang ada hari ini pernah alami penolakan. Penolakan sering pula dialami Is.

"Hampir 18 kali, jadi bagi bapak ibu jangan khawatir bila pernah ditolak naskahnya, itu jadi sesuatu yang seharusnya dikoreksi," kata Is dalam Publishing in Academic Outlet di UII, Senin (24/6).

Untuk itu, ia menekankan, perlu dipahami naskah itu sendiri agar sesuai dengan jurnal yang sama dengan naskah. Is mengatakan, dalam proses pemilihan jurnal ada yang perlu diperhatikan.

Mulai dari tujuan dan lingkup jurnal, ranking, dan dampak jurnal, proses dari publikasi hingga kemungkinan penolakan naskah. Perlu pula memahami jurnal yang akan mempublikasikan naskah.

"Apakah sudah sesuai dengan topik naskah kita, bagaimana naskah penelitian yang kita lakukan, jangan sampai sebatas garis besar dan kualitas dari naskah kita," ujar Is.

Is menerangkan, saat ini ada berbagai macam jurnal publikasi yang dapat dipilih peneliti sebagai media untuk publikasi naskah. Ia berpesan, jangan mudah putus asa ketika mendapat penolakan.

Ia menegaskan, dengan ditolaknya naskah bisa menjadi koreksi yang dapat meningkatkan kualitas naskah tersebut. Yang penting, dalam publikasi naskah itu harus sabar dan mau membaca.

"Bisa saja naskah ditolak karena tidak sesuai tujuan dan lingkup jurnal, sehingga penting untuk membaca letak kesalahan yang ada dalam naskah tersebut," kata Is.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement