Rabu 26 Jun 2019 10:32 WIB

Jejak Kekalahan Napoleon Bonaparte di Lapangan Banteng

Sejak era Kolonial Lapangan Banteng sudah menjadi gelanggang politik

Waterlooplein atau Lapangan Banteng kini bersalin nama menjadi Lapangan Banteng.
Foto: IST
Waterlooplein atau Lapangan Banteng kini bersalin nama menjadi Lapangan Banteng.

Warga Jakarta pasti pernah mendengar nama Lapangan Banteng. Namun, tahukah Anda jika Lapangan Banteng yang kini sudah direvitalisasi dulunya kumuh. Apalagi sekitar 1970-an saat Jakarta masih dipimpin Gubernur Ali Sadikin, Lapangan Banteng sempat menjadi terminal bus.

Lapangan Banteng dibangun bersamaan dengan Lapangan Gambir atau Lapangan Ikada pada abad ke-19 oleh Gubernur Jenderal Daendels. Di zaman Hindia Belanda, Lapangan Banteng diberi nama Waterlooplein, sementara nama Lapangan Gambir  atau Lapangan Monas dulunya bernama Koningsplein atau lapangan raja.

Pertanyaannya, mengapa lapangan itu disebut sebagai Lapangan Banteng? Sebelum bersalin nama menjadi Lapangan Banteng, lahan seluas 5,2 hektare area itu punya berbagai sebutan. Di era kolonial, lapangan itu disebut sebagai Lapangan Singa. Penyebabnya karena di tengah-tengah lapangan itu berdiri sebuah tugu dengan patung singa berdiri di atasnya.

photo
Patung Singa berdiri di tengah-tengah Waterlooplein. Karena patung singa itu lapangan itu disebut Lapangan Singa. Tampak Gedung Putih yang dibangun Gubernur Daendels dan kini menjadi kantor Kementerian Keuangan. (tangkapan layar)

Tugu peringatan itu berdiri sebagai peringatan kemenangan Belanda melawan Prancis yang dipimpin Napoleon Bonaparte dalam pertempuran Waterloo yang terjadi pada 18 Juni 1815 di dekat Kota Waterloo, sekitar 15 km ke arah selatan dari ibu kota Belgia, Brussels. Itu adalah pertempuran terakhir Napoleon saat dikeroyok pasukan gabungan Inggris-Belanda-Jerman. Dalam catatan sejarah, perang itu sebagai perang pamungkas dari seratus hari sejak larinya Napoleon dari pengasingannya di pulau Elba. Untuk mengejek kekalahan Napoleon, Belanda menyebut lapangan itu sebagai Waterloo Plein.

Indonesia juga punya andil dalam kekalahan Napoleon. Kaisar Prancis dan bala tentaranya yang menaklukkan hampir seluruh dataran Eropa itu akhirnya bertekuk lutut dalam pertempuran Waterloo karena cuaca yang tidak bersahabat, hujan debu. Penyebabnya karena erupsi Gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang menewaskan sekitar 100 ribu orang dua bulan sebelum pertempuran.

Letusan Gunung Tambora itu juga berdampak pada penurunan suhu global yang membuat gagal panen serta kelaparan. Karena fenomena alam itu, periode tersebut dijuluki "Tahun Tanpa Musim Panas". Kekalahan Napoleon pun membuat jalannya sejarah berubah haluan.

Namun saat Jepang bercokol di Indonesia pada 1942-1945, semua hal yang berbau Belanda dihancurkan, termasuk Tugu Singa. Namun Jepang yang menjadikan lapangan tersebut sebagai lambang kedidjayaan bangsa Asia terhadap bangsa Eropa itu tidak menghancurkan patung JP Coen, yang dibuat pada 1876 untuk memperingati 200 tahun berdirinya Kota Batavia. Patung JP Coen dihancurkan di era Presiden Soekarno yang juga mengubah nama Waterloo Plein menjadi Lapangan Banteng.

photo
Patung Gubernur Jenderal JP Coen, pendiri Batavia di Lapangan Banteng. Patung ini dihancurkan Presiden Soekarno saat Indonesia Merdeka. (tangkapan layar)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement