Selasa 25 Jun 2019 20:28 WIB

Universitas YARSI dan Kemenkes Tanggulangi Stunting

Penanggulangan stunting memerlukan kerja sama lintas sektor, disiplin, dan pelaku.

Universitas YARSI bekerja sama dengan Kemenkes, menargetkan penurunan angka stunting. Tampak dari kiri ke kanan Dr. Hera Nurlita (Staff Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes), Nina Sardjunani (Team leader sekretariat SDGs) ; Prof. dr. H. Jurnalis Uddin, PAK;  Prof. Soekirman (GB Em. IPB dan GB tidak tetap  FK-UKI Jakarta) ; Prof. dr. H. Fasli Jalal, Ph.D (Rektor Universitas YARSI) ; dr. Hj. Rika Yuliwulandari (Dekan FK YARSI) , dan Dr.dr. Wan Nedra Komaruddin, SpA (Bagian Ilmu Kesehatan Anak)
Foto: Foto: Istimewa
Universitas YARSI bekerja sama dengan Kemenkes, menargetkan penurunan angka stunting. Tampak dari kiri ke kanan Dr. Hera Nurlita (Staff Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes), Nina Sardjunani (Team leader sekretariat SDGs) ; Prof. dr. H. Jurnalis Uddin, PAK; Prof. Soekirman (GB Em. IPB dan GB tidak tetap FK-UKI Jakarta) ; Prof. dr. H. Fasli Jalal, Ph.D (Rektor Universitas YARSI) ; dr. Hj. Rika Yuliwulandari (Dekan FK YARSI) , dan Dr.dr. Wan Nedra Komaruddin, SpA (Bagian Ilmu Kesehatan Anak)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus stunting di Tanah Air, masih cukup memprihatinkan. Masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi makanan yang kurang dalam waktu lama ini pun menjadi perhatian Universitas YASRI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kedua lembaga ini pun melakukan kerja sama untuk menurunkan tingkat stunting.

Menurut Rektor Universitas YARSI Prof Fasli Jalal, pihaknya bersama dengan pemerintah (Kemenkes) menargetkan penurunan kasus stunting menjadi 19 persen dan kondisi sebelumnya 30 persen. Kata dia, perbaikan gizi masyarakat, khususnya mengatasi masalah stunting, telah menjadi komitmen pemerintah pada pembangunan nasional sekaligus pada pembangunan di tingkat global. 

Fasli mengatakan, stunting adalah masalah pembangunan yang kompleks, dan terkait dengan kemiskinan, kelaparan dan kurang gizi, kesehatan ibu dan anak, penyakit, pendidikan, kondisi lingkungan dan sanitasi, serta keamanan pagnan dan gizi. Karenanya, kata dia, penanggulangan stunting memerlukan kerja sama lintas sektor, lintas disiplin serta lintas pelaku.

"Stunting disebabkan saat terganggunya kehamilan. Yang dimulai dari air susu dini yang tidak dimanfaatkan. Di samping itu ada faktor air bersih yang kurang," kata Fasli dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (25/6).

Stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Karena itu, dikatakan Fasli, pemerintah, baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota, bertanggung jawab atas pencegahan dan penanggulangan stunting. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan program lintas sektor dilaksanakan secara konvergen dan efektif. 

Namun demikian, ucap dia, upaya ini masih menghadapi berbagai tangatangan. Di antaranya perbedaan persepsi antara pihak terkait terhadap masalah stunting dan masalah gizi pada umumnya, masalah koordinasi, dan kualitas SDM.  "Dalam kaitan ini Perguruan Tinggi (PT) dapat membantu mengatasi masalah pemahaman tersebut serta mendukung perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program penanggulangan stunting oleh pemerintah, khususnya kabupaten," tegasnya.

Karena itulah, kata Hera Nurlita dari Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes, Kemenkes melihatkan dunia pendidikan. Sebab, menurutnya, penyebab stunting itu multi-sektor. Karenanya harus penanganannya harus multi-sektor. "Salah satu sektor yang penting adalah perguruan tinggi," ujarnya.

Berdasarkan pertimbangan tersebut Direktorat Gizi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjalin kerja sama dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan TInggi Swasta (PTS), melakukan pendampingan kepada pemerintah kabupaten dalam mengelola program penanggulangan stunting. 

"Universitas YARSI merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang dipercaya oleh Kementerian Kesehatan untuk terlibat dalam mengelola program penanggulangan stunting di Kabupaten Pndeglang, Banten," ujarnya. 

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Rika Yuliwulandari mengatakan, ada 10 desa yang menjadi target dan pendampingan. Menurutnya, ada 10 desa di Kabupaten Banten yang akan menjadi wilayah prioritas penanganan stunting. Yaitu Kadu Maneuh, Koroncong, Pakuluran, Pasirkarag, Tegalongok, Banyu Mundu, Pasirdurung, Langensari, Koncang, dan Kadugadung.

"Dari target tersebut adanya keterlibatan pemerintah daerah. Baik bupati, camat, kepala desa dan petugas kesehatan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement