Selasa 25 Jun 2019 13:24 WIB

Kupu-Kupu di Dalam Masjid

Kupu-Kupu itu singgah Rika berada di dalam masjid.

Kupu-Kupu di Dalam Masjid
Foto:

Bagi Rika, masjid itu sudah seperti rumahnya sendiri. Ia selalu ada di sana, betah dalam balutan mukena warna jingga, menunaikan shalat berjamaah, iktikaf, membaca Alquran atau bermain dengan kupu-kupu ajaib yang selalu datang setiap hari dan hinggap di salah satu pilar masjid itu. Rika meninggalkan masjid hanya pada malam hari seusai shalat Isya dan pada saat ingin makan di siang hari.

Hanya dengan cara tinggal di masjid itu, Rika merasa tali hidup masa lalunya yang kelam itu terputus. Ia merasakan kedamaian yang seperti bergulir dalam dadanya, terlebih ketika ia melihat kupu-kupu yang datang ke masjid itu setiap hari.

Jika ada orang mendekat selain Rika, kupu-kupu itu akan cepat melesat terbang ke udara. Tapi, jika Rika yang mendekatinya, ia akan pindah ke telapak tangannya, seolah kupu-kupu itu menemukan hunian yang nyaman di tubuh Rika.

Hanya satu hal yang membuat wanita ini waswas saat ada di masjid itu, yaitu ketika hanya tinggal berdua dengan lelaki penjaga masjid yang berkumis tebal itu. Meski lelaki itu pendiam dan terlihat dingin, Rika khawatir menyimpan watak singa dalam dadanya. Masa lalunya di tempat esek-esek membuat dirinya paham sifat banyak lelaki.

Sore itu, ketika gerimis halus menjilam halaman masjid, kupu-kupu itu menari-nari di telapak tangan Rika. Rika pun takjub menatap sayapnya yang indah, lalu seperti biasa, celah sepasang sayap itu menarik pikiran Rika ke sebuah lorong kenangan di masa lalunya. Hingga ingatannya berputar ke belasan tahun silam, ia pernah bertemu dengan seseorang di teras sebuah surau, orang itu mengusir Rika dengan kasar supaya tubuhnya tidak menyentuh lantai surau.

“Hai! Perempuan najis!”

“Hai! Calon penghuni neraka!”

“Tak ada ampuan bagi perempuan yang menjual tubuh sepertimu.”

“Pergi kau! Najis! Haram! Nereka!”

Akhirnya, Rika tertatih meninggalkan surau dengan tangis yang miris kala itu, hatinya seperti ditusuk-tusuk puluhan golok. Ia nyaris putus asa untuk bertobat. Dalam dadanya, tumbuh keinginan untuk sekalian melakukan dosa sepuas-puasnya jika Tuhan sudah tidak menerima tobatnya setelah mendengar perkataan dari orang itu.

Ingatannya kian tajam, kian menghunjam. Butiran air matanya pecah membedaki pipinya. Celah sepasang sayap kupu-kupu itu sungguh memutar ingatannya pada lorong silam yang teramat hitam.

“Maaf, Mbak. Mumpung hujan belum deras, di sini harus saya sapu,” suara lelaki penjaga masjid tiba-tiba terdengar di sampingnya, membuyarkan lamunannya. Rika lekas menyembunyikan tangisnya dengan dua kali gerakan menyeka air mata. Lelaki berkumis tebal itu hanya tersenyum, kemudian mengayunkan tangkai sapu dengan hati-hati, tak peduli tempias hujan membasahi sebagian tubuhnya. Beberapa saat kemudian ia malah nekad, turun ke halaman masjid, menyelamatkan sandal-sandal yang dihanyut air.

Rika menggeleng-gelengkan kepala melihat kebaikan lelaki itu. Kupu-kupu di telapak tangannya masih berkepak-kepak. Suara sisa isak tangisnya berpadu dengan suara hujan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement