Rabu 19 Jun 2019 14:16 WIB

Wali Murid di Surabaya Minta PPDB Sistem Zonasi Ditunda

PPDB dengan menggunakan jarak rumah sebagai pertimbangan, sangat tak adil bagi anak.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Endro Yuwanto
Ratusan wali murid yang mengatasnamakan Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Kompak) Surabaya, menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Rabu (19/6).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Ratusan wali murid yang mengatasnamakan Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Kompak) Surabaya, menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Rabu (19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ratusan wali murid yang mengatasnamakan Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Kompak) Surabaya menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Rabu (19/6). Mereka menuntut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri di Provinsi Jawa Timur, yang menggunakan sistem online ditunda pelaksanaannya.

Para orang tua murid itu merasa proses PPDB yang telah dilangsungkan, banyak terjadi permasalah di sistem IT yang digunakan. Koordinator Kompak Surabaya, Jospan mengungkapkan, sistem seleksi online PPDB yang beralamat di ppdbjatim.net berkali-kali mengalami kesalahan pemeringkatan. Anak yang mestinya lolos pemeringkatan, baik berdasarkan jarak rumah, maupun nilai UN, ternyata hilang dari daftar sementara peserta didik yang diterima.

“Sistem IT untuk seleksi yang dibangun teman-teman ITS ternyata belum siap, belum ada uji coba yang layak, sehingga saat pelaksanaan data pemeringkatannya kacau balau,” kata Jospan.

Jospan melanjutkan, sistem PPDB berbasis seleksi jarak tempat tinggal ke sekolah belum siap diterapkan di Kota Surabaya. Selain itu, dari berbagai temuan tersebut, terbukti PPDB dengan menggunakan jarak rumah sebagai pertimbangan, sangat tidak adil bagi anak. Bahkan, tidak terbukti sistem ini betul-betul mendekatkan anak ke sekolah.

“Misal kasus, anak yang jarak rumahnya lebih dekat hanya beberapa ratus meter ke SMA X, ternyata malah diterima di SMA Y yang jaraknya satu kilometer lebih,” ujar Jospan.

Fakta lainnya yang ditemukan, kata Jospan, anak yang jarak rumahnya hanya 500-an meter dari sekolah juga tidak diterima di PPDB. Berhubung, pagu zonasi sekolah yang dipilih telah penuh. Padahal, anak tersebut memiliki hasil belajar yang jauh lebih baik dari anak-anak yang diterima.

Oleh karena itu, Jospan menuntut agar PPDB SMA Negeri di Jawa Timur untuk dihentikan dan dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan perlu mempertimbangkan kondisi sekolah yang terbatas di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata. “Tunda dan hentikan sistem PPDB online sampai dengan siapnya sistem dan dievaluasi dengan menerapkan prinsip yang berkeadilan melihat kondisi aktual Surabaya,” kata dia.

Dewan Pendidikan Surabaya (DPS) Ferry Koto menilai, tidak ada salahnya dan jauh lebih siap, baik bagi Dinas Pendidikan Jawa Timur maupun warga Surabaya, jika kembali menggunakan sistem PPDB tahun lalu. Yakni, PPDB yang dirasanya mampu mengakomodasi hasil belajar anak dan lebih berkeadilan dan sesuai hak asasi anak dalam memperoleh pendidikan berkualitas.

Ferry berharap, Dinas Pendidikan Jawa Timur memperhatikan berbagai permasalah yang telah muncul dari PPDB online berbasis jarak tersebut. Ia juga meminta pihak terkait segera melakukan evaluasi baik secara sistem IT maupun mekanisme seleksi. “Karena keterbatasan jumlah SMAN di Surabaya, daya tampung yang hanya 6 ribuan, dan jumlah lulusan SMP yang mencapai 67 ribuan, maka harus dilakukan seleksi penerimaan yang berkeadilan,” kata dia menjelaskan.

Menurut Ferry, dengan terbatasnya daya tampungan SMAN di Surabaya dan sebarannya yang tidak merata, maka kompetisi untuk memperoleh kesempatan belajar di SMA Negeri tidak dapat dihindari. Padahal, kompetisi haruslah dirancang dengan ukuran yang bersumber dari anak, bukan berdasarkan kemampuan orang tua, seperti kemampuan membeli atau menyewa rumah dekat ke sekolah.

Selain itu, Ferry berharap sosialisasi PPDB online harus lebih gencar dilakukan Dinas Pendidikan Jawa Timur. Karena, menurutnya, terbukti akibat kurangnya sosialisasi, banyak anak yang gagal masuk SMAN karena salah dalam strategi pendaftaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement