Jumat 14 Jun 2019 18:39 WIB

Halal Bihalal, Rekatkan Kembali Ukhuwah Pascalebaran

Halal Bihalal merekatkan ukhuwah antar muslim pascalebaran

Halalbihalal Balai kota dengan Gubernur. Suasana antrean halalbihalal di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (10/6).
Foto: Fakhri Hermansyah
Halalbihalal Balai kota dengan Gubernur. Suasana antrean halalbihalal di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (10/6).

Ramadhan telah pergi meninggalkan kita ditahun ini. Hari raya ‘idul fitri pun menghampiri.  Berbagai ritual dijalani untuk menyambut hari yang fitri.

Termasuk kebiasaan yang tak pernah ketinggalan pasca lebaran yaitu halal bihalal. Kebiasaan yang tidak kita jumpai dinegara lain ini, biasanya  dilakukan beberapa hari setelah lebaran. Acara ini biasanya diadakan di auditorium ataupun aula. 

Baca Juga

Halal Bihalal sejatinya bentuk dari ungkapan saling maaf memaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan oleh kedua pihak. Saling meminta maaf didalam Islam tentu sangat dianjurkan didalam Islam.

Apalagi ditengah beragam ujian yang dialami oleh kaum muslimin, salah satunya ujian ukhuwah. Berbagai persoalan kerap kali menyebabkan gesekan antar kaum muslimin. Saling tuduh, persekusi dan sebagainya juga turut memberikan kesedihan ukhuwah kaum  muslim hari ini.

Ditambah lagi dengan adanya label-label yang juga semakin memperkeruh suasana ukhuwah Islam. Pelabelan ini ternyata bukan berasal dari Islam, pelabelan tersebut hanya bertujuan untuk memecah belah kaum muslimin. 

Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Q.S al Hujurot ayat 10 yang artinya “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.

Islam telah menyatukan kita dengan segala perbedaan yang telah Allah tetapkan kepada kita. Perbedaan warna kulit, suku, maupun tempat kelahiran bukan bagian dari ranah manusia untuk dapat memilih.

Sehingga, hal tersebut tak sepatutnya menjadi penghalang kita untuk peduli dengan saudara seakidah kita. Karena akidah Islam, keyakinan kita kepada Allah SWT dan Rasulullah saw. itulah pilihan kita.

Oleh sebab itu, akidah Islam semestinya kita jadikan pengikat kita yang utama. Dengan begitu, kita pun akan meninggalkan ego, rasa hasud dan perasaan buruk lainnya kepada saudara muslim, sehingga yang tersisa hanyalah rasa cinta yang diikat oleh akidah Islam.

Begitulah adanya saat Rasulullah saw membangun daulah Islam di Madinah, Rasulullah menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin dengan ikatan aqidah. Dengan demikian, halal bihalal kali ini mesti kita jadikan momen untuk merekatkan kembali ukhuwah Islam. 

Pengirim: Yuni Auliana Putri, seorang mahasiswi jurusan Kimia Universitas Negeri Malang.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement