Ahad 05 May 2019 17:18 WIB

Menristekdikti: Vokasi Harus Siapkan Tenaga Profesional

Nasir turut mengusulkan komite, senat dan dosen-dosen pendidikan vokasi terpisah.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Pendidikan Vokasi (ilustrasi)
Foto: www.pnj.ac.id
Pendidikan Vokasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir, masih menekankan pengembangan vokasi ke perguruan-perguruan tinggi. Ia menekankan, vokasi penting dalam menjawab tantangan industri masa depan.

Hal itu diungkapkan saat membuka seminar nasional di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain itu, ia menekankan perguruan tinggi untuk bisa mengembangkan AI dan Cloud.

Nasir membandingkan kondisi perguruan tinggi dan industri yang ada di Indonesia dan Cina. Indonesia, hari ini memiliki 266 juta penduduk dengan 4.741 perguruan tinggi.

Sedangkan, Cina yang memiliki penduduk 1,415 miliar dengan 2.992 perguruan tinggi. Tapi, jauh perbandingan sumbangsih perguruan tinggi ke dunia industri antara Cina dan Indonesia.

"Relevansi perguruan tinggi di Indonesia masih sangat rendah dengan dunia tenaga kerja," kata Nasir, Sabtu (4/5).

Padahal, Nasir mengaku tiap kali bertemu rekan-rekan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) selalu disampaikan kebutuhan tenaga kerja yang sangat tinggi. Sayangnya, kebutuhan itu belum terpenuhi.

Pada kesempatan itu, Nasir turut mengungkapkan hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2015. Yang mana, peringkat Indonesia masih sangat tinggi.

Mulai dari bidang-bidang Science yang ada di peringkat 62 dari 70 negara, Math di peringkat 64 dari 70 negara, dan Reading di peringkat 63 dari 70 negara. Sedangkan, Singapura saja ada di peringkat 1.

"Indonesia tingkat pendidikannya baru 11,9 persen, yang mana tingkat rata-rata saja sudah 36 persen lebih," ujar Nasir.

Untuk itu, ia merasa, salah satu kunci mengejer ketertinggalan itu tidak lain melalui pengembangan vokasi. Bahkan, rencananya memisahkan vokasi dari akademik.

Nasir turut mengusulkan komite, senat dan dosen-dosen pendidikan vokasi terpisah dari akademik dan tidak sekadar transit. Sehingga, bisa menjawab tantangan dunia industri masa depan.

"Vokasi harus mempersiapkan tenaga kerja profesional," kata Nasir.

Meski begitu, penting diperhatikan bagaimana pengembangan vokasi ini tidak menggerus hubungan sosial. Apalagi, pengembangannya memang terus mengandalkan teknologi.

Salah satu mahasiswa pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Wahyu, turut mengingatkan sisi lain dari kemajuan teknologi. Sebab, 4.0 turut menghilangkan begitu banyak lapangan pekerjaan.

"Sedangkan, kita kuliah S1 saja empat tahun, belum lagi S2, S3," ujar Wahyu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement