Senin 06 May 2019 14:08 WIB

Meraih Kepercayaan Rakyat tak Mudah

Meraih kepercayaan bukanlah dengan people power namun pendidikan ala Rasulullah

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4/2019).

Pasca berakhirnya pemilihan umum situasi politik di Indonesia masih memanas. Hingga hadir sebuah seruan people power. Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai sebutan people power tidak tepat jika terjadi gerakan massa yang kecewa dengan hasil pemilihan umum. “Itu bukan people power. Itu people ngamuk” ujarnya, dikutip dari nasional.tempo.co

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi, mengaku tak yakin people power akan terjadi. Ia menilai, people power muncul karena banyak pemicu, yaitu faktor sosial, politik, dan ekonomi yang bertemu, juga kondisi obyektif dan subyektif yang mucul menjadi sebuah gerakan massa. 

Baca Juga

People power pada faktanya memang dapat mengubah seluruh tatanan kehidupan, tetapi dampak dari people power juga tidak ringan. Kerusuhan etnis di Indonesia saat terjadinya people power tahun 1998 di Jakarta, misalnya, adalah bukti dari dampak yang tidak ringan tersebut.

Kemudian, kevakuman politik akibat dari people power ini seringkali digunakan oleh negara-negara penjajah untuk kepentingan mereka, baik dengan menampilkan ‘bonekanya’ maupun deal-deal politik tertentu, sebagaimana yang terjadi saat revolusi Iran. 

Metode yang menjamin sukses dan tidaknya peralihan kekuasaan adalah metode yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Melalui proses edukasi yang sistematis, terstruktur dan terukur. Rasulullah SAW telah berhasil membentuk kepribadian para sahabat yang kelak menjadi politikus dan negarawan yang handal. Rasul pun berhasil membangun partai (hizb ar-Rasul) ideologis yang kuat dan solid. 

Sebagai partai ideologis, Rasul dan anggota partainya seperti lokomotif yang menarik gerbong, bukan sebaliknya. Dengan keyakinan yang penuh akan kebenaran Islam dan janji Allah, serta kesabaran yang luar biasa, perubahan yang diharapkan itu pun tiba. 

Ketika itu, Rasul mendapatkan pertolongan yang diberikan oleh para pemuka Aus dan Khazraj. Melalui pertolongan itulah peralihan kekuasaan pun terjadi di Madinah. Disanalah, negara Islam untuk kali pertama berdiri. 

Belajar dari perubahan yang dilakukan oleh Rasul, satu-satunya cara yang benar untuk meraih kekuasaan dengan membangun kesadaran umum guna meraih kepercayaan rakyat dalam penyerahan kekuasaan bukan people power dalam demokrasi. Tetapi harus melewati edukasi dan sosialisasi. Mengedukasi rakyat tentang politik Islam, yaitu pengurusan terhadap segala urusan rakyat yang benar sesuai Islam. Juga melakukan sosialisasi atas aturan Islam (syariat) yang paripurna sebagai pemecah segala permasalahan kehidupan. 

Perubahan hakiki hanya akan terwujud melalui perubahan mendasar yang dilakukan oleh partai yang shohih (benar sesuai Islam) bersama para pemberi pertolongan ( pemilik kekuatan di tengah umat) yang telah mengimani ideologi partai yang berasaskan Islam.

Pengirim: Rindyanti Septiana S.Hi, Pegiat Literasi Islam & Jurnalis Muslimah Medan

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement