Ahad 14 Apr 2019 15:21 WIB

Langit Senja di Atas Kabah

Aku mencari perempuan dengan dua lesung pipi di depan Ka'bah.

 Kabah di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi, Selasa (23/10).  (Hassan Ammar/AP)

Setelah wisuda, ia dinikahkan dengan seorang wanita yang masih ada hubungan kerabat dengannya. Aku sangat terkejut.

Saat kuliah di Fakultas Peternakan IPB Bogor, aku tak pernah pacaran. Aku ingin mencari calon istri dan menikah begitu lulus kuliah.

Saat semester delapan, aku bertemu seorang gadis yang sangat cantik, berkulit putih, berwajah bening dan mengenakan mukena putih. Kami berjumpa di tangga masjid kampus. Hatiku langsung terpincuk kepadanya.

Dia sangat cocok kujadikan istri. Ibuku pasti senang punya mantu cantik dan salehah seperti dia, demikian kataku dalam hati.

Beberapa hari aku mencari informasi tentang gadis itu. Ternyata namanya Neneng Azzahra. Gadis asal Sumedang. Ia adik kelasku di Peternakan. Saat ini semester empat.

Namun, saat aku mengatakan hal tersebut kepada Adang Kosasih, teman seangkatanku di Fakultas Peternakan, ternyata ia sudah lebih dulu mendekati Neneng. Apalagi, mereka satu daerah, bahkan satu SMA dengannya.

Aku sangat kecewa dan sedih. Namun, aku tak mau menunjukkan hal tersebut kepada Adang. Jodoh memang di tangan Tuhan, tapi sebagai Muslim, aku tak mau mendekati seorang Muslimah yang sedang didekati, bahkan mungkin sudah dikhitbah oleh sahabatku.

Diam-diam aku bertanya di dalam hati, kalau memang Neneng bukan jodohku, mengapa wajahnya selalu muncul setiap kali aku selesai shalat Istikharah?

Setelah wisuda, aku balik ke kampungku di Cianjur. Sempat enam bulan aku jadi petani, kemudian aku melamar jadi wartawan di sebuah media nasional di Jakarta. Aku diterima dan selama sekitar 9,5 tahun aku jadi wartawan, aku nyaris tak pernah kontak teman-teman kuliahku.

Hanya satu teman kuliahku yang kusimpan nomor ponselnya. Namanya Yani. Suaminya kakak kelas kami di Peternakan dan kini menjadi salah seorang dosen di IPB.

Aku minta Yani mencarikan nomor ponsel Adang. Alhamdulillah, bakda Zhuhur ia mendapatkan nomor tersebut. Adang kini menjadi pengusaha pertanian di Sumedang, kata Yani.

Aku langsung menelepon Adang. Aku marah, mengapa dia tak memberi tahu aku bahwa ia tidak jadi menikahi Neneng.

"Maafkan saya, Fikri. Waktu itu HP saya rusak. Nomornya hilang semua."

Selepas menelepon Adang, aku segera mencari kartu nama Neneng. Ia tadi pagi memberikan kartu nama itu padaku. Sejak lima tahun lalu, Neneng jadi dosen di Unpad Bandung.

Aku telepon dia, tapi ternyata nomor Indonesianya tidak aktif. Aku coba ingat-ingat travel-nya. Taza Travel. Aku segera menemui Ustaz Makmun.

Direktur Taza Travel, Ustazah Nina, saya kenal. Insya Allah saya coba kontak beliau. "Semoga kita bisa dapatkan nomor Arab Saudi Neneng," ujarnya.

Bakda shalat Isya, Ustaz Makmun menemuiku. "Alhamdulillah, Kang Fikri. Ustazah Nina baru saja memberikan nomor Arab Saudi Neneng," ujarnya.

"Alhamdulillah. Terima kasih, Ustaz Makmun."

"Semoga Allah kabulkan segala niat baik Kang Fikri. Seluruh tempat di Masjidil Haram merupakan tempat yang sangat berkah dan insya Allah segala doa Allah kabulkan. Yang penting kita yakin dan sungguh-sungguh," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement