Senin 08 Apr 2019 13:59 WIB

Perangi Obesitas Hingga Tuntas

Obesitas diperangi hingga tuntas dengan diawali pembenahan mindset pola hidup sehat

Penderita obesitas berbobot sekitar 250 kilogram, Bimo Putro Prakoso (22) bermain gawai pintar di rumahnya di Desa Rejosari, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019).
Foto: Antara/Aji Styawan
Penderita obesitas berbobot sekitar 250 kilogram, Bimo Putro Prakoso (22) bermain gawai pintar di rumahnya di Desa Rejosari, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/2/2019).

Nurhidayati Khusnul, penderita obesitas berbobot 200 kg asal Lamongan diberitakan telah meninggal dunia dua pekan lalu. Sebelumnya pasien obesitas asal Karawang juga telah meninggal dunia. 

Penderita obesitas ekstrem lainnya yang menghebohkan pemberitaan, hingga kini masih berjuang untuk menurukan berat badan agar mampu memperbaiki kualitas hidupnya. Bagaimana tidak, dengan bobot yang sangat berat, mereka tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Bahkan berdiri pun tak sanggup karena kaki tak mampu menyangga berat tubuhnya.

Baca Juga

Kajian Global Burden of Diseases yang dipublikasikan dalam jurnal Lancet menempatkan Indonesia di posisi 10 pada daftar negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Para ilmuwan mengatakan masalah obesitas dipicu oleh perubahan dalam sistem pangan global yang memproduksi lebih banyak bahan makanan olahan dan lebih terjangkau harganya.

Dan oleh ekonomi pasar memicu konsumerisme atau konsumsi berlebihan. Kenaikan konsumsi makanan juga seringkali disertai dengan meningkatnya gaya hidup lebih banyak duduk dan kurang berolahraga.

Memerangi obesitas diawali dengan pembenahan mindset untuk butuh pola hidup sehat. Karena selain nikmat iman, hal lain yang harus disyukuri adalah nikmat sehat. 

Dengan tubuh yang sehat maka ibadah dan aktivitas lainnya akan optimal. Salah satu yang mempengaruhi pola hidup sehat adalah pola makan. Harus dipahami bahwa makan adalah kebutuhan, bukan keinginan. Butuh makan itu secukupnya. 

Sepertiga untuk makan, sepertiga untuk air, sepertiga untuk udara. Yang tidak ada habisnya itu keinginan. Bahkan bisa jadi korban iklan atau nafsu ingin makan semua yang lalu lalang. 

Perkara makan juga  bukan sekedar halal, tapi harus baik (tidak membahayakan tubuh). Trend peningkatan konsumsi makanan cepat saji/berpengawet dikarenakan dirasa lebih praktis dan murah. 

Benar saja, disaat harga komoditas bumbu dasar seperti bawang putih misalnya, yang sedang meroket, bagaimana menjaga citarasa makanan agar tetap lezat tanpa pengeluaran lebih banyak dan tetap memikat, pakai saja penyedap lebih banyak.

Pola hidup sehat juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Kecanduan game, malas beraktivitas, disinyalir kuat menjadikan lemak-lemak mudah menumpuk. Miris ketika negara malah menjadikan nge-game sebagai e-sport yang  dilombakan.

Memerangi obesitas hingga tuntas kiranya butuh peran individu rakyat hingga negara untuk mewujudkan sebuah sistem yang menjamin kesehatan mulai dari ranah preventif dengan optimal. Agar kesehatan tak dijadikan komoditas karena ada bisnis menggiurkan di ranah kuratif. 

Berkacalah dari kebijakan Khalifah Umar bin Khattab yang dalam sebuah riwayat dikisahkan beliau memberikan bantuan kepada para ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka hingga melahirkan dan menyapih anaknya. Mengapa? Karena masyarakat yang sehat jiwa dan akalnya adalah aset untuk membangun peradaban terbaik.

Pemimpin yang memandang bahwa politik adalah aktivitas melayani semua urusan masyarakat, bukan untuk berebut kekuasaan, tentu akan mewujudkan sistem yang mendukung terwujudnya masyarakat sehat lahir dan batin.

Pengirim: drg Nurus Sa'adah, Praktisi kesehatan asal Surabaya

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement