Rabu 03 Apr 2019 13:15 WIB

Serangan Fajar Makin Gencar

Kejadian ini merupakan ironi dalam demokrasi yang sulit mendapat kepercayaan

Anggota komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/3).

Negeri ini makin hari terus berada dalam kekhawatiran. Sungguh sangat disayangkan perbincangan tentang serangan fajar kemungkinan besar akan dilakukan oleh para kandidat yang akan dipilih oleh rakyat.

Mengingat pemilihan sudah didepan mata. Kita tidak boleh menganggab hal ini sebagai sesuatu yang tak penting namun justru sebaliknya. Karena hal ini akan mencederai dan menjadikan pemilu berada dalam kekacauan.

Baca Juga

Bukti Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso yang juga merupakan politikus Partai Golkar perlu diusut secara tuntas. Hangatnya perbincangan “serangan fajar” atau dengan nama lain  “bagi-bagi uang”,  tentu menberikan pengaruh pada para pemilih dalam menentukan pilihannya.

Jika tidak diusut secara tuntas dan diberikan sanksi yang tegas tentu hal ini membuka peluang bagi pihak lain untuk melakukan cara yang sama. Tentu ini adalah sesuatu bentuk kemunduran yang terjadi pada negeri ini.

Padahal hal ini yang amat di wanti–wanti oleh pihak Panwaslu dan pihak lainnya. Negeri ini sudah seharusnya dipimpin oleh penguasa yang dipilih dari hati rakyat sehingga kepentingan rakyat dapat difahami dan dipenuhi. 

photo
Rencana 'serangan fajar' Bowo Sidik.

Satu sisi ini memang ironi pemilu demokrasi yang sangat sulit mendapatkan kepercayaan. Padahal dalam islam memilih itu haruslah dengan keridhaan dan kepercayaan.

Karena sebenarnya dalam Islam pemilu adalah salah satu sarana bagi rakyat dalam menentukan memilih penguasanya jika pada masa Nabi dinamakan bai'at. Inilah yang di contohkan oleh Nabi besar Muhammad SAW dan diikuti oleh para sahabat yang menjadi penguasa menggantikan Nabi SAW.

Harusnya pemimpin yang dipilih oleh rakyat adalah yang paling tahu apa yang diinginkan oleh rakyatnya sehingga terpilihnya sebagai pemimpin dapat mengubah masyarakatnya menuju kesejahteraan bukan penipuan untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Dimana setelah itu mereka tidak memperdulikan nasib bangsa dan rakyat ini. Karena yang difikirkan adalah bagaimana mengembalikan modal besar yang telah dikeluarkan.

Pemimpin adalah pelayan dan perisai bagi rakyat, dimana segala urusan rakyat adalah tanggung jawab penguasa yang memimpin suatu negeri. Maka sangat disayangkan apabila dalam memilih penguasa ini banyak terjadi kecurangan dan penipuan.

Sudah saatnya negeri ini memiliki penguasa yang dipilih berdasarkan pilihan rakyat dan menjadikan aturan islam yang sempurna sebagai pengaturnya.

Pengirim: Ana Mizasari, S.Pd.I, Meulaboh, Aceh

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement