Sabtu 30 Mar 2019 14:04 WIB

Kenangan di Kampung Jurang Ara

Kawan-kawan kita yang resah di sana menyeruput secangkir hari pensiun.

Ilustrasi tanaman padi yang siap panen
Ilustrasi sawah

Pulanglah kita ke kampung jurang ara untuk membangun surga kata-kata, dengan menjinjing seperangkat pengetahuan untuk dusun pikiran yang karat.

Agar, kawan-kawan kita yang resah di sana menyeruput secangkir hari pensiun dari gedung pendidikan, tidak hanya tekun mempertajam teori cinta sejak di bangku sekolah SMA: semata sebagai pisau perselingkuhan.

Atau dengan berbunga hati, tanpa asin dusta melukai tanah sendiri: mereka pergi ke kota-kota neraka kemacetan demi merapikan nasib buruk pertanian, peternakan, yang diberikan Tuhan.

Maka, mari pulang kita ke kampung jurang ara. Jangan biarkan rahim ladang-sawah keguguran terus-terusan, dengan membiarkan nenek-moyang menangis dalam babad silam. Bila biji-biji kehidupan dalam kandung tanah, gagal jadi padi-padi, jagung-jagung dan umbian.

Dan juga kita beri pengumuman pengetahuan pada mereka yang memalingkan muka dihadapan wajah hidup penuh kemelaratan.

Bahwa, kesedihan dalam sejarah kampung jurang ara adalah perkakas hati untuk membangun keikhlasan, kesabaran, demi surga kecil penuh sungai kebahagiaan di hari ini dan esok depan.

-- Jurang Ara, 2018

 

TENTANG PENULIS

NORRAHMAN ALIF. lahir di Dusun Jurang Ara Sumenep Madura. Aktif menulis di antara dua kubu: Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta ( LSKY ) dan di desa. Sebagai penulis resensi dan puisi, beberapa karya saya bisa dinikmati di: Media Indonesia, Minggu Pagi, Radar Surabaya, Merapi, LiniFiksi, Kedaulatan Rakyat, InfoTimur, Suara Merdeka, Magelang Ekspres, Solopos, Bangka Pos, Radar Cirbon, Kabar Madura, Majalah Simalaba, Requim Tiada Henti (antologi puisi ASEAN 1Purwekerto) dll.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement