Rabu 27 Mar 2019 16:21 WIB

Hari Baru di Selandia Baru

Jumat lalu ditetapkan sebagai hari berkerudung sebagai bentuk dukungan

PM Selandia Baru Jacinda Ardern bersama ribuan warga lainnya berkumpul di Hagley Park, seberang Masjid Al Noor di Christchurch saat shalat Jumat pukul 13.30 waktu setempat berlangsung.
Foto: AP/Mark Baker
PM Selandia Baru Jacinda Ardern bersama ribuan warga lainnya berkumpul di Hagley Park, seberang Masjid Al Noor di Christchurch saat shalat Jumat pukul 13.30 waktu setempat berlangsung.

Jumat (22/3) tepat sepekan setelah aksi teror penembakan di Masjid Al Noor dan Linwood Christchurch menjadi hari yang baru di Selandia Baru. Pasalnya, pemandangan yang luar biasa terjadi pada hari itu. Semua stasiun TV di Selandia Baru untuk pertama kalinya menyiarkan kumandang azan di waktu zuhur secara nasional. Gerakan #headscrafforharmony menjadi trending topic di Twitter.

Para perempuan Selandia Baru banyak yang mengenakan kerudung, termasuk Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Hari Jumat di Selandia Baru ditetapkan sebagai Hari Berkerudung. Hal demikian dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan penghormatan terhadap para korban.  

Baca Juga

Shalat Jumat yang dilakukan di Hugley Park dihadiri tidak hanya oleh kaum Muslim Selandia Baru, namun warga non-Muslim pun ikut hadir, mendengar khutbah Jumat dan melakukan penjagaan terhadap muslim yang menunaikan shalat. Sebuah pemandangan yang menyejukkan hati. Sebagaimana sudah dikenal bahwa Selandia Baru adalah negara yang memiliki toleransi yang tinggi dan paling aman.

Rasa aman dan tenang ingin tetap dihadirkan kepada muslim di Selandia Baru dengan solidaritas dan dukungan antar umat beragama. Dalam khutbahnya Imam Gamal Gouda berterima kasih kepada pemerintah, aparat, dan seluruh warga Selandia Baru atas simpati, dukungan, dan perlakuannya terhadap Muslim di Selandia Baru. 

Namun, sangat disayangkan solidaritas dan dukungan terhadap pembantaian Muslim di Selandia Baru masih banyak membuat bungkam negara-negara Barat. Tak ada aksi solidaritas persatuan pemimpin yang turun ke jalan mengatasnamakan HAM untuk melakukan pembelaan terhadap korban teror Selandia Baru. Demikian halnya dengan pemimpin-pemimpin di negeri Muslim, tak ada yang bisa dilakukan kecuali sekadar melakukan kecaman. 

Lebih dari itu, pemandangan di Selandia Baru tak dimiliki oleh sebagian Muslim minoritas di belahan dunia lain. Masih banyak yang menutup mata dan telinga terhadap saudara Muslim yang mengalami pembantaian di Suriah, Myanmar, Kashmir, dan Xinjiang. Darah mereka tertumpah seakan tidak ada harganya. Negara-negara dunia diam seribu bahasa. 

Tak bisa dimungkiri, di berbagai belahan dunia, kondisi umat Islam kini tak ada yang melindungi. Kaum Muslim di dunia butuh perisai. Pemimpin yang mampu melindungi umat Islam di seluruh dunia. Pemimpin yang mampu mengerahkan tentaranya untuk membela setetes darah muslim. Darah seorang muslim lebih berharga disisi Allah dari Ka'bah yang mulia.

Umat Islam butuh institusi yang menaungi dengan kepemimpinan yang satu. Kepemimpinan yang akan menjaga hak-hak kaum muslimin. Hak penjagaan atas akidah, harta, dan jiwa mereka. Kepemimpinan yang menjadi rahmat bagi seluruh alam yaitu kepemimpinan berdasarkan syariat Islam dalam negara Khilafah Islamiyah. 

Pengirim: Asma Abdallah, Jakarta

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement