Jumat 01 Mar 2019 18:34 WIB

Guru Tris Memegang Teguh Prinsip Mengajar untuk Beramal

Kini banyak guru kehilangan orientasinya untuk pengabdian.

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Guru Tris salah satu penerima manfaat program Sekolah Literasi Indonesia yang digagas Dompet Dhuafa Pendidikan.
Foto: Dompet Dhuafa
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Guru Tris salah satu penerima manfaat program Sekolah Literasi Indonesia yang digagas Dompet Dhuafa Pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, OGAN ILIR -- Sebutan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa masih tersemat lekat pada sosok para guru. Namun kekinian banyak guru kehilangan orientasinya untuk pengabdian dan lebih mengedepankan kepentingan materi. Hal ini menjadi ironis manakala melihat peran vital guru dalam sistem pendidikan Indonesia dengan tujuan besar yang ingin dicapai, yaitu mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang berkarakter dan berkualitas.

Guru Tris adalah satu dari sedikit guru yang memegang teguh hakikat profesinya. Pria bernama lengkap Sutrisno ini berasal dari Yogyakarta. Saat ini Guru Tris telah diangkat menjadi PNS dan berkarya di Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.

Baca Juga

Guru Tris sedang ditempatkan di SDN 08 Indralaya Utara pada tahun 2017, saat sekolah tersebut terpilih menjadi salah satu penerima manfaat program Sekolah Literasi Indonesia (SLI) yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan). SLI merupakan program peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sekolah dengan pendekatan literasi. Program ini dilaksanakan di 18 wilayah Indonesia.

Guna memastikan implementasi program berjalan lancar dan sesuai perencanaan pada

setiap wilayah SLI, DD Pendidikan menempatkan seorang Konsultan Relawan. Mereka biasa dipanggil Kawan SLI, selain sebagai akronim dari Konsultan Relawan, juga dimaksudkan agar terasa lebih dekat dan akrab.

Kawan SLI yang bertugas di SDN 08 Indralaya Utara adalah Nida Fadlilah. Menurut Nida, Guru Tris memiliki kualitas untuk dapat disebut sebagai guru sejati. “Saya sulit menjumpai guru sejati yang benar-benar berniat tulus untuk mengajar dan bersemangat untuk terus belajar. Orang seperti ini dapat dihitung jari. Karenanya saya senang sekali bertemu dengan Pak Tris,” tutur Nida.

Selama menjadi guru, Guru Tris telah dimutasi sepuluh kali. Hampir setahun sekali ia mengalami pindah tugas. Meski begitu ia tak mengeluh.

Semester pertama 2018, saat program SLI memasuki tahun kedua, Guru Tris dimutasi ke Pulau Kabal. Perjalanan ke Pulau Kabal sangat menantang. Guru Tris harus sedia sepatu bot karena jalanannya berlumpur. Medan tempuhnya juga sangat buruk.

Meski dengan kondisi demikian, Guru Tris tetap semangat bertugas. Nida sempat bertanya pada Guru Tris, motivasi apa yang membuatnya mampu bertahan dalam berbagai kondisi.

“Pak Tris menjawab, ‘Saya mengajar untuk beramal. Karena hanya amal yang akan dibawa mati, bukan materi,” kisah Nida.

Guru Tris pun tak risau jika ada yang menganggapnya sok idealis. Niat utama itu mengantarkan beliau menjadi guru sejati yang terus belajar.

“Saya jadi ingat kutipan Najelaa Shihab pada buku Merdeka Belajar di Ruang Kelas. Pertanyaan 'apa cita-citamu?' sering kita ajukan ke anak, tetapi kita lupa saat gurunya tidak punya cita-cita, bagaimana anak bisa meraih bintang nan jauh di sana? Ini pas sekali untuk Pak Tris,” kata Nida.

Idealisme Guru Tris inilah yang selayaknya ada pada setiap guru di Indonesia. Nida pun optimistis, jika itu terjadi maka pendidikan Indonesia dapat bangkit. “Kondisi dunia pendidikan kita saat ini bukan untuk dimaklumi. Orang-orang yang satu visi perlu bekerja sama,” kata Nida.

Hal inilah yang mendorongnya untuk bergabung di DD Pendidikan sebagai Kawan SLI. Sebagai ujung tombak pelaksana program di sekolah penerima manfaat, Nida pun  melihat bahwa SLI dapat mendorong para guru menjadi pembelajar.

Meski Nida juga tak menampik fakta bahwa membentuk pola pikir seperti itu apalagi kepada guru senior di sekolah dampingan tentu tidaklah mudah. “Perlu pendekatan yang perlahan-lahan, terkadang saya juga kewalahan. Karena itu saya bersyukur, Pak Tris kembali lagi di program SLI semester ini. Setidaknya saya punya guru yang dapat menjadi teman untuk sama-sama berjuang. Jika Pak Tris punya prinsip ‘Mengajar

untuk beramal’, maka saya terinspirasi untuk bertekad ‘Berjuang sebagai konsultan untuk beramal’. Semoga kita bisa sama-sama untuk beramal karena Allah saja,” kata Nida.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement