Kamis 28 Feb 2019 09:40 WIB

SDIT Nurul Fikri Luncurkan Sekolah Ramah Anak

Sekolah ramah anak menjadi suatu kemestian Depok kota layak anak.

Suasana solisasi sekolah ramah anak di SDIT Nurul Fikri Depok.
Foto: Dok SDIT NF
Suasana solisasi sekolah ramah anak di SDIT Nurul Fikri Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –-  Perundungan atau penindasan atau perisakan atau bullying masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bidang pendidikan di Indonesia. Secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perundungan adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. 

Untuk mengantisipasi terjadinya perundungan di lingkungan sekolah, SD Islam Terpadu (SDIT) Nurul Fikri meluncurkan Sekolah Ramah Anak dan mengukuhkan Komite Anti Perundungan pada 22 Februari 2019 lalu.

Sosialisasi pertama kali dilakukan pada Jumat (15/2) untuk level 1, 2, dan 3. Lalu Jumat (22/2)  untuk level 4, 5, dan 6. Sosiliasi bertemakan 'Kita Semua Teman Setara' mengundang  tiga nara sumber. 

Pertama Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Depok, Bunda Elly Farida yang merupakan istri dari Walikota Kota Depok, KH  Dr  Mohammad Idris MA. Kedua Kepala Seksi Tumbuh Kembang dan Perlindungan Anak dari Dinas Perlindungan Anak Kota Depok, Ima Halimah, dan ketiga Kasie Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Depok, Sada.

Dalam sambutannya, Elly Farida, mengatakan sekolah ramah anak menjadi suatu kemestian Depok kota layak anak. "Terima kasih atas bergabungnya Nurul Fikri dalam sekolah ramah anak," ujar Bunda Elly dalam rilis SDIT Nurul Fikri yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/2).

photo
Istri Walikota Depok, Bunda Elly Farida, berterima kasih kepada SDIT Nurul Fikri yang telah bersedia bergabung dalam sekolah ramah anak.

Hal senada disampaikan   Ima Halimah. Dia mengucapkan terima kasih kepada SDIT Nurul Fikri yang telah meluncurkan Sekolah Ramah Anak dan melantik Komite Anti Perundungan. "Saya menyampaikan apresiasi penuh yang sangat besar pada SDIT Nurul Fikri yang telah melakukan sosialisasi Anti Perundungan ini supaya tidak lagi terjadi perundungan ataupun kekerasan lainnya di sekolah," terang Ima.

Sosialisasi itu juga mengundang  enam fasilitator untuk ditempatkan di masing-masing kelas. "Setiap kelas diberi satu fasilitator yang tugasya memberikan edukasi. Lalu fasilitator mengekplorasi lebih jauh sekalian melakukan screening apakah anak-anak pernah merasakan atau berbuat perundungan," ujar Fitriany Juhari MPsi, psikolog SDIT Nurul Fikri.

Komite Anti Perundungan terdiri dari siswa, orang tua, guru, satpam, dan cleaning service. "Tujuan pembentukan komite Anti Perundungan adalah untuk mengontrol di lapangan," tutur Fitriany.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement