Senin 25 Feb 2019 10:22 WIB

19 Mahasiswa UNS Jadi Guru Sekolah Anak TKI di Sabah

Tim KKN berangkat sejak 16 Januari.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
KKN UNS. Kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa Universitas Sebelas Maret di sekolah anak-anak TKI di Sabah, Malaysia.
Foto: dok. Tim KKN UNS
KKN UNS. Kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa Universitas Sebelas Maret di sekolah anak-anak TKI di Sabah, Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak 19 mahasiswa Universitas Sebelas Maret, Surakarta, menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sekolah khusus anak Tenaga Kerja Indonesia di Sabah, Malaysia. Kesembilan belas mahasiswa tersebut menjalani praktik langsung sebagai guru SD dan SMP di tiap-tiap sekolah yang tersebar. 

Program KKN tersebut merupakan kali kelima sejak dimulai pada tahun 2015 silam. Ketua Tim KKN Sabah, Rosyid Nur Yunianto, mengatakan, tim yang ia pimpin merupakan satu-satunya tim pada periode ini yang melakukan praktik pengabdian di luar negeri.

Baca Juga

Meskipun lokasi berada di luar Indonesia, sasaran KKN tetap kepada para Warga Negara Indonesia. “Kami mengambil ini sebab melihat kondisi tipografi, bahwa banyak warga Indonesia yang menjadi buruh migran. Fokus kami kepada pendidikan anak-anak mereka,” kata Rosyid kepada Republika.co.id, Ahad (24/2) pagi. 

Tim KKN Sabah mulai diberangkatkan sejak 16 Januari 2019 dan akan berakhir pada 28 Februari mendaantang. Kesembilan belas mahasiswa tersebut disebar ke sembilan community learning center (CLC) dari sekitar 300 CLC yang berada di Sabah.  

Adapun letak sembilan CLC itu berada di Kota Kinabalu, Distrik Dongongan, Papar, Bongawan, Kimanis, Lumadan, dan Beaufort. Masing-masing CLC diisi oleh dua hingga tiga orang mahasiswa. Rosyid menjelaskan, masing-masing sekolah memiliki murid antara 80 hingga 600 murid. 

“Paling banyak murid di CLC Cerdas, Dongongan, sampai 600 anak,” ujarnya. 

Rosyid menceritakan, secara umum, fasilitas prasarana belajar mengajar sudah cukup memadai mesikpun rata-rata letak sekolah berada di ladang sawit. Hanya saja, terdapat kendala dalam pemerataan materi pelajaran. Saat ini, kurrikullum untuk seluruh sekolah Indonesia baik di dalam maupun luar negeri disamaratakan. 

Di satu sisi, kebanyakan CLC menghadapi keterbatasan guru. Akibatnya, satu orang guru kerap kali mengajar dua kelas secara bersamaan. Itu pun, sudah merupakan gabungan dari guru yang direkrut langsung oleh Kemendikbud beserta TKI yang meluangakan waktu untuk menjadi guru di CLC. 

“Saya melihat sendiri, antusiasme anak-anak sangat semangat untuk belajar. Namun, guru harus memecah waktu dan bekerja keras. Kami prihatin, terutama kalau mau Ujian Nasional karena harus benar-benar mengejar materi pelajaran,” tutur Rosyid. 

Ia mencontohkan, di CLC Lumadan, Beaufort misalnya, terdapat enam kelas SD dan tiga kelas SMP dengan total murid sekitar 80 orang. Namun, hanya tersedia dua guru dari Kemdikbud serta tiga guru lokal. Karena itu, keberadaan mahasiswa ketika menjalani KKN di CLC sangat membantu kerja para guru sekaligus merasakan bagaimana potret pendidikan para anak TKI. 

Terlepas dari berbagai kendala yang ada, para mahasiswa mengapresiasi para guru dan murid yang berada di Sabah. Ia mengaku, pelajaran yang dapat ditularkan ketika pulang ke Indonesia yakni soal semangat belajar anak-anak TKI meski hidup dalam keterbatasan di negeri orang. 

Selain itu, niat tulus para TKI yang mau membagi waktu antara berkebun dan mengajar, serta tekad para guru dari Indonesia yang bersedia dikirim langsung untuk terjun ke sekolah-sekolah di pelosok Sabah. 

Selain menjalani praktik sebagai guru, Rosyid mengatakan, untuk pertama kalinya UNS bersama Universiti Malaysia Sabah, Malaysia menggelar pertunjukan budaya di Kampus UMS. Gelaran tersebut menjadi salah satu program kerja yang ditujukan untuk menampilkan budaya Indonesia di depan para mahasiswa UMS. 

Kegiatan tersebut turut dihadiri Konsul Jenderal KJRI Kota Kinabalu Malaysia, Krishna Djelani, Dosen Pembimbing Tim KKN Sabah, Slamet Subiyantoro, Wakil Dekan Bidang Pelajar dan Alumni Fakulti Kemanusiaan, Seni, dan Warisan UMS, Mohammad Puad Bebit, serta Darmnia Binti Goot sebagai Presiden Persatuan Mahasiswa FSKW. 

Puad Bebit mengatakan, acara silang budaya tersebut merupakan salah satu cara untuk memperkuat rasa persaudaraan di antara kedua negara. Sebagai negara tetangga, Indonesia dan Malaysia sudah semestinya saling bekerja sama. 

“Acara silang budaya ini dimaksudkan untuk memperkuat persaudaraan antar Indonesia dan Malaysia,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement