Kamis 14 Feb 2019 20:46 WIB

Kisah Pilu di Balik Gemerlap Perayaan Valentine

Esensi perayaan adalah penuh dengan nafsu dan keburukan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Valentine (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
Valentine (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Secara sederhana, premis Hari Valentine pada 14 Februari dipahami sebagai waktu menunjukkan penghargaan rasa sayang pada seseorang. Namun, ternyata perayaan hari kasih sayang tersebut berawal dari kisah seorang Saint Velentine yang dipenggal.

Seperti dilansir di laman Ensyclopedia Britannica (Britannica.com), asal usul Hari Valentine berawal dari festival Romawi di Roma, yakni Lupercalia. Festival itu diadakan pada 13-15 Februari. Festival itu diadakan untuk merayakan kedatangan musim semi, termasuk upacara kesuburan serta perjodohan pria dan wanita dengan undian.

Pada abad kelima, Paus Gelasius I menggantikan Lupercalia dengan Hari St Valentine. Kemudian, 14 Februari diperingati sebagai hari romansa sejak abad ke-14.

Seorang sejarawan Kristen, Lisa Bitel dalam artikel The Gory Origins of Valentine’s Day (Asal-usul Gory dari Hari Valentine) yang terbit di Smithsoniamag.com juga menyebutkan, Hari Valentine berawal sebagai pesta liturgi untuk merayakan pemenggalan martir Kristen abad kedua atau ketiga.

Bitel menyebut, sumber-sumber kuno mengungkapkan beberapa St. Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Dua dari mereka dieksekusi pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Claudius Gothicus pada 269-270 M. Dia menyebut, saat itu penganiayaan terhadap orang Kristen adalah hal biasa.

Robi Afrizan dalam buku Maafkan Tuhan, Saya Pernah Pacaran menulis sejarah singkat Hari Valentine. Tulisan itu bersumber dari buku Udah Putusin Aja yang ditulis Ustaz Felix Siauw.

Ustaz Felix menulis, bangsa Romawi yang menjadi dasar peradaban Barat hidup dengan suatu adat, yaitu menjadikan kepuasan fisik badaniah sebagai tujuan hidup mereka. Money, drink, and sex (uang, minuman, dan seks), itulah setali tiga uang dalam kehidupan mereka.

Jauh sebelum dunia mengenal hari kasih sayang, orang Romawi mengenal perayaan Festival Lupercalia, yaitu rangkaian hari raya yang dipersembahkan kepada Lupercus atau sang Dewa Kesehatan dan Kesuburan, dan Juno Februa yang juga Dewi Pernikahan dan Kesuburan. Perayaan ini digelar setiap tahun pada 13-15 Februari.

Lupercus adalah Dewa Kesuburan Seksual Romawi yang diilustrasikan sebagai manusia berkaki dan berkepala kambing, atau setara dengan Pan dalam mitologi Yunani. Pan inilah yang menjelma menjadi Baphomet—dalam tradisi pemuja setan Yahudi, Dewa Kesuburan yang menjadi kambing regeneratif lelaki dan wanita, sekaligus lambang seks.

Adapun Juno Februa, Dewi Pernikahan dan Kesuburan, yang dilukiskan memakai mantel dari kulit kambing adalah istri dari pemimpin para dewa, Jupiter. Dalam mitologi Yunani, Juno dikenal sebagai Hera yang menikah dengan Zeus pada bulan Gamelion yang terletak antara pertengahan Januari dan Februari.

Perayaan dimulai dengan menaruh nama-nama perawan di sebuah tempat dalam kertas yang terpisah. Kemudian lelaki maju satu per satu untuk mengambil secara acak. Siapa yang terpilih, itulah akan menjadi pasangan melakukan hubungan terlarang sepanjang malam. Setelah berlanjut menjadi pasangan hingga tahun berikutnya.

Begitulah Festival Lupercalia yang dipraktikkan selama berabad-abad pada masa Romawi. Hubungan badan yang dihalalkan dalam bentuk adat istiadat, yang tentu saja bersesuaian dengan misi hidup mereka, yakni menjadikan nafsu sebagai Tuhan.

Setelah kaum Kristiani berkuasa, sekitar 494 M, Paus Gelasius I mengkulturasi Festival Lupercalia menjadi Festival Penyucian Bunda Maria sebagai pengganti penyembahan terhadap Lupercalia. Namun, esensi perayaan ini tetap sama, penuh dengan nafsu dan keburukan, berkelindan dengan kepentingan konsumerisme yang menjadi sangat kapitalis.

Pernah pula gereja menjadikan 14 Februari dengan mencangkokkan tokoh St Valentine yang berjuang demi cinta hingga menjadi martir pada 14 Februari. Hari kematiannya diperingati sebagai hari perjuangan cinta, Valentine Day. Namun, kebenarannya tidak bisa diverifikasi dan esensi perayaannya tetaplah sama, hingga pada 1969 Hari Valentine dihapus dari kalender gereja oleh Paus Paul VI.

Laman Britannica.com menuliskan ada beberapa martis Kristen bernama Valentine. Kemungkinan, Hari Valentine diambil dari seorang imam yang mati sekitar 270 M karena hukuman kaisar Claudius II Gothicus.

Pesan formal, atau perayaan Valentine mulai muncul pada 1500-an dan akhir 1700-an dalam kartu yang dicetak secara komersial. Perayaan Valentine komersial pertama di Amerika Serikat dicetak pada pertengahan 1800-an. Simbol Valentine dilambangkan Cupid (Dewa Cinta Romawi), burung, permen dan bunga, mawar.

Seiring berjalannya waktu, perayaan Hari Valentine semakin populer di Amerika Seikat, serta Inggris, Kanada, dan Australia. Selain itu, Valenite juga dirayakan di negara lain, termasuk Argentina, Prancis, Meksiko, dan Korea Selatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement