Rabu 13 Feb 2019 19:39 WIB

Perundungan di Yogya Marak, Ini Solusinya

Pengawasan terhadap anak dari orang tua, guru, dan masyarakat penting dilakukan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Bullying (ilustrasi)
Foto: neighborhoodlink.com
Bullying (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masalah perundungan atau bullying masih marak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam mencegah dan mengatasi hal ini, tri pusat pendidikan menjadi penting untuk diperkuat. 

Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dedi Budiono mengatakan, pengawasan terhadap anak dari orang tua, guru dan masyarakat penting dilakukan. Melalui tri pusat pendidikan ini, pengawasan dapat dilakukan bersama. 

Hal tersebut tentunya untuk menekan perundungan yang terjadi di sekolah. "Jadi bagaimana memberdayakan sekolah, keluarga dan masyarakat. Sehingga bisa secara bersama-sama melakukan pengawasan terhadap praktek pembelajaran di sekolah," kata Dedi di SMPN 08 Yogyakarta, Rabu (13/2). 

Ia pun mengklaim belum ada laporan yang masuk terkait masalah ini. Namun, kasus yang banyak bermunculan hanya sebatas perundungan yang terjadi dalam komunikasi antarsesama murid. 

"Misalnya panggilan 'hai ndut' (gendut), itu dalam terminologi para pemerhati anak itu sudah bullying. Karena tidak boleh memanggil kelemahan seseorang," katanya. 

Melalui tri pusat pendidikan ini, dapat mendeteksi perundungan sejak dini. Sehingga pendidikan anak pun tidak terganggu. 

"Melalui program tri pusat pendidikan ingin menumbuhkan budaya prestasi di lingkungan sekolah. Kalaupun ada fenomema bullying, dapat kita cegah sedini mungkin," katanya.

Sementara itu, Unicef Perwakilan Pulau Jawa menyebut ada 21 persen anak sekolah dari rentang usia 13 hingga 17 tahun, pernah mengalami perundungan di DIY. Perundungan sendiri dapat menghambat perkembangan mental anak. 

"Artinya dua dari sepuluh anak yang kita tanya, anda pernah di-bully atau tidak, katanya pernah. Di-bully seperti apa?, sampai saya takut masuk sekolah," kata Direktur UNICEF Perwakilan Pulau Jawa, Arie Rukmantara.

Ia menjelaskan, situasi ini berbahaya bagi perkembangan mental anak ke depannya. Padahal, DIY sendiri memiliki sumber daya manusia (SDM) dan ekonomi yang maju dibandingkan beberapa daerah lainnya di Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement