Selasa 12 Feb 2019 18:19 WIB

Yogyakarta Sukses Jadi Tuan Rumah Kursus Dekan Asia Tenggara

Kegiatan itu menjadi wadah bagi para pemimpin universitas belajar satu sama lain.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Kursus dekan Asia Tenggara yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Foto: Dokumen.
Kursus dekan Asia Tenggara yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menjadi tuan rumah kegiatan kursus dekan Asia Tenggara pada 6-9 Februari 2019 lalu. Kursus para pemimpin fakultas itu dihadiri peserta-peserta dan pemateri berbagai negara.

Tidak cuma dari Indonesia, tapi ada pemateri dari Jepang, Filipina, Malaysia, dan Jerman. Rektor UGM, Panut Mulyono mengatakan, kegiatan itu menjadi wadah bagi para pemimpin universitas belajar satu sama lain.

Ia menilai, pendidikan tinggi tidak hanya mendorong kualitas pendidikan dan pengajaran. Namun, bisa merespons perubahan dunia yang begitu cepat, utamanya menghadapi era globalisasi yang melintas begitu cepat.

"Dunia memang berubah dan institusi pendidikan tinggi juga perlu beradaptasi dengan cepat," kata Panut.

Ia menyebutkan, perkembangan revolusi industri 4.0 mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Ia melihat, perubahan itu sangat berbeda dibandingkan dengan 10-15 tahun lalu.

Misal, layanan taksi dan reservasi hotel secara daring tidak dilakukan oleh perusahaan yang sudah mapan. Tapi, justru dilakukan sekelompok anak muda sebagai pendirinya.

Tidak cuma bidang layanan itu, dalam lembaga pendidikan turut menghadapi dampak serupa dengan adanya revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Belum lama ini, Google dan IBM malah membuat gebrakan.

Mereka mengumumkan kesediannya mempekerjakan seseorang dengan keterampilan yang baik. Sekalipun, mereka-mereka yang memiliki keterampilan itu tidak memiliki ijazah dari universitas manapun.

"Ini tentu mengejutkan bagi mereka yang selama ini percaya kepada peran pendidikan formal," ujar Panut.

Selain itu, ia merasa, penggunaan TIK yang masif dan distribusif, siapa saja saat ini bisa bisa belajar apa saja, dari mana saja dan kapan saja. Karenanya, pendidikan tinggi saat ini menghadapi tantangan baru yang harus diselesaikan.

Seakan, institusi pendidikan dipaksa mendefinisikan kembali signifikasi dan peran mereka. Panut berharap, pertemuan para dekan ini bisa memunculkan ide dan saran, serta memberikan solusi pengelolaan lembaga pendidikan tinggi.

Mewakili German Academic Exchange Service, Tobias Wolf menuturkan, kegiatan kursus dekan ini bertujuan mendorong pengembangan pendidikan tinggi. Utamanya, di Kawasan Asia Tenggara.

Sekaligus, lanjut Wolf, meningkatkan hubungan kerja sama tingkat internasional antar perguruan tinggi. Ia mengaku bertekad mendorong penguatan kualitas manajemen pendidikan tinggi dan kerja sama internasional. "Nantinya, tidak hanya di Asia tapi juga di kawasan Amerika dan Afrika," kata Wolf.

Senada, pengajar Fakultas Manajemen Bisnis dan Ilmu Sosial dari Osnabruck University, Peter Mayer menambahkan, pertemuan semacam ini akan menjadi ajang untuk berbagai informasi. Serta, pengalaman antar kampus mengelola sistem.

"Revolusi industri dan dampak disrupsi teknologi kepada pendidikan tinggi akan menjadi bahan diskusi para peserta," ujar Mayer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement