Kembali pada ‘pedang keadilan’ di bagian sayap kanan gedung berlantai dua ini Pangeran Diponegoro pernah mendekam sebelum dibuang ke Sulawesi. Menjawab pertanyaan tentang siapa-siapa yang pernah dipancung, yang pasti di antara mereka adalah Pieter Everbeld dan para pengikutnya yang dituduh ingin melakukan makar pada 1 Januari 1722. Sedang Bang Puase jagoan dari Kwitang (dituduh membunuh Nyai Dasima) dan Oei Tambah Sia (playboy dan pembunuh) dihukum di tiang gantungan.
Tempat eksekusi juga di bagian depan Museum Sejarah Jakarta. Yang menarik saat eksekusi disaksikan orang ramai, karena diumumkan melalui corong dari kampung ke kampung.
Rupanya peristiwa yang mengerikan ini kala itu sangat disenangi. Yang datang berduyun-duyun.
Yang menarik, dari gedung yang pernah dikagumi oleh Ratu Elizabeth ketika berkunjung ke Indonesia itu adalah penjara bawah. Menjelang peristiwa pemberontakan warga Tionghoa, penjara yang sempit dan gelap itu dijejali 500 tawanan Cina. Mereka seluruhnya dibunuh pada peristiwa yang kelam di kota Jakarta ini.
Dilihat dari segi ekonomi, di Batavia kepemilikan kereta kuda adalah suatu lambang kekayaan. Nilai sebuah kereta sama dengan mobil mewah sekarang. Masih ada satu persamaan lagi, yaitu memperpajak barang mewah dengan pajak khusus.
Tahun 1717 dikeluarkan keputusan bahwa kereta kuda harus dipajaki. Seorang pengusaha kaya yang menolak ketentuan ini menghadapi pilihan: membayar pajak atau akan didenda dan dilarang untuk menggunakan kereta kuda selama-lamanya.
Berapa jumlah tahanan di gedung balai kota Belanda, tidak diketahui. Tetapi, jumlahnya sangat bervariasi. Sampai 1763 dipakai untuk menahan seseorang karena ia berutang, seumur hidup. Di kemudian hari kebiasaan ini diubah jadi enam tahun. Beberapa orang Cina memilih ditahan daripada harus melunasi utangnya.