Selasa 29 Jan 2019 18:14 WIB

'Sudah Seyogianya Kampus tak Gandeng Perusahaan Rokok'

Penyaluran CSR rokok ke kampus dianggap sebagai langkah menutupi dampak rokok.

Pekerja di pabrik rokok. Rokok merupakan objek cukai terbesar. Kontribusinya mencapai 97 persen.
Foto: bea cukai
Pekerja di pabrik rokok. Rokok merupakan objek cukai terbesar. Kontribusinya mencapai 97 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perguruan tinggi seharusnya bisa membatasi bahkan menolak kerja sama dengan perusahaan rokok.

"Saat ini berbagai program perusahaan rokok sudah secara terang-terangan masuk ke semua elemen masyarakat termasuk ke perguruan tinggi," kata Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Edy Suandi Hamid, dalam sebuah diskusi kelompok terfokus yang diadakan di Jakarta, Selasa (29/1). 

Edy mengatakan, setiap tahun ratusan perguruan tinggi terlibat kerja sama dengan industri rokok dalam berbagai program bantuan seperti pendidikan, penelitian hingga pengembangan minat dan bakat mahasiswa.

Menurut dia, perguruan tinggi yang masih bekerja sama dengan industri rokok seringkali "keliru" menafsirkan program-program tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

"Padahal, sebagai akademisi, mereka seharusnya bisa melihat bahwa itu bukanlah CSR melainkan upaya industri rokok untuk menutupi dampak negatifnya melalui berbagai yayasan," tuturnya.

Edy mendorong perguruan tinggi untuk aktif mempelopori dan menciptakan gerakan pengendalian tembakau. Apalagi, mahasiswa merupakan kelompok elite generasi muda yang menjadi sasaran utama industri rokok.

"Sebagai bagian elite pemuda, mahasiswa bisa menjadi panutan pemuda lainnya. Bila banyak insan kampus yang merokok, akan menjadi promosi gratis bagi industri rokok," katanya.

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement