Jumat 25 Jan 2019 23:57 WIB

Mendikbud Masih Pertimbangkan Penghapusan NISN

Menurut Muhadjir dengan menggunakan NIK akan mempermudah pendataan anak

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy masih mempertimbangkan usulan tidak lagi digunakannya Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan akan diganti dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Masih dipertimbangkan. Urgensi untuk memastikan status anak," kata Muhadjir dalam sela-sela kunjungan ke  Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau Community Learning Centre (CLC) Tunas Prima di Tawau, Sabah, Malaysia, Jumat (28/1).

Menurut Muhadjir dengan menggunakan NIK akan mempermudah pendataan anak-anak yang masuk dalam usia sekolah. Karena, dalam NISN data siswa hanyalah informasi terkait status siswa itu dalam pendidikannya.

"Dengan NIK tidak hanya diketahui sekolah dimana. NIK informasi keseluruhannya. Jadi bisa relevan dengan kebijakan zonasi. Intinya NIK saja itu cukup," terangnya.

Muhadjir mengatakan dalam penerapan NIK pihaknya didukung oleh Kemendagri terutama dalam mengatur sistem penerimaan siswa baru. Melalui kerja sama itu, jika sebelumnya orang tua yang mendaftarkan anaknya maka sekarang justru sekolah bersama aparat desa yang mendata anak untuk masuk ke sekolah.

"Tinggal menyepadankan data NIK di Kemendagri, Dukcapil. Jadi tidak hanya diketahui sekolah dimana. Tapi status keluarganya, status bantuan beasiswanya. Semua bisa terlihat," ucapnya .

Namun, sambung dia, pihaknya masih ingin meninjau kembali urgensinya apakah masih diperlukan NISN. "Jadi sekarang dicoba dulu dua-duanya, targetnya tahun ini kita lihat bagaimana urgensinya," ujarnya.

Sebelumnya Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan dengan NIK dapat mengetahui anak-anak yang putus sekolah. Sehingga Mendikbud bisa memerintahkan dinas pendidikan daerah untuk mengecek kondisi anak itu.

"Kalau ternyata tidak punya biaya untuk sekolah, kita bisa mengurusnya dan memberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP)," katanya.

Dengan demikian, lanjut Zudan wajib belajar 12 tahun bisa terwujud dengan terintegrasinya data yang ada di Kemendagri dan juga Kemendikbud

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement