Senin 21 Jan 2019 06:29 WIB

Pemerintah Daerah Diminta Lindungi Bahasa Lokal

Pembinaan dan perlindungan bahasa daerah dilakukan secara bertahap

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
 Warga Kampung Gidide, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Papua.
Foto: Republika Online/Chairul Akhmad
Warga Kampung Gidide, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menanggapi fenomena berkurangnya penutur bahasa lokal di Jayapura, Papiua. Ia mengatakan, seharusnya berkurangnya penutur bahasa lokal adalah tanggung jawab dari pemerintah daerah.

"Sebenarnya ada pasal yang mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melindungi, membina, bahasa lokal. Jadi sebenarnya Pemda kalau tidak melakukan itu melanggar Undang-undang," kata Hetifah, pada Republika.co.id, Ahad (20/1).

Di dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan, telah ditegaskan agar Pemda wajib menjaga bahasa daerah. Pengembangan, pembinaan dan pelindungan terhadap bahasa daerah dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah kota Jayapura dan Balai Bahasa setempat, bahasa lokal berkurang karena masyarakat lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Terkait hal ini, Hetifah membenarkan bahasa Indonesia wajib digunakan untuk bahasa resmi namun bukan berarti melupakan keragaman daerah termasuk bahasa lokal.

Ia pun menyayangkan dengan adanya fenomena semakin berkurangnya penutur bahasa-bahasa lokal di Indonesia. "Jadi sangat disayangkan kalau ini terjadi. Karena keberagaman bahasa adalah kekayaan budaya bangsa," kata dia lagi.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Papua dan Papua Barat, Suharyanto, menyatakan bahasa daerah di tiga kampung di Kota Jayapura terancam punah. Ketiganya yakni Nafri, Enggros dan Tobati.

''Untuk Kota Jayapura, pada 2002 kami melakukan penelitian terhadap bahasa Nafri dan bahasa Indonesia yang ada di kampung Nafri,'' kata Suharyanto di Jayapura, Papua, Sabtu.

Hasil penelitian menunjukkan bahasa Nafri akan hilang bila tidak ada langkah-langkah penyelamatan. Apabila tidak dilakukan upaya penanganan secara serius, kata Suharyanto, maka bahasa Nafri akan punah dalam waktu tiga generasi terhitung sejak 2002.

"Satu generasi itu kami hitung periode ketika seseorang itu sudah bisa melahirkan keturunan baru/generasi baru,'' katanya. ''Kalau kita ambil rata-rata, maka satu generasi waktu kita memutuskan berada pada rentang 20 tahun.''

Jika itu yang disepakati sebagai dasar asumsi tadi, maka bahasa Nafri akan hilang dalam 60 tahun terhitung sejak 2002. ''Karena ada tiga generasi, satu generasi 20 tahun kedepan. Apabila tidak dilakukan penanganan secara serius, maka bahasa Nafri diperkirakan sudah tidak ada lagi di situ (2062),'' katanya.

Pada 2004, pihaknya kembali melakukan penelitian sejenis. Sasarannya adalah bahasa Kampung Tobati dan Enggros. ''Kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan Kampung Nafri, bahasa daerahnya juga terancam punah,'' kata Suharyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement