Ahad 20 Jan 2019 10:44 WIB

Selepas Bapak Meninggal

Randuse ditinggal Bapak sebelum menikahi kekasih yang baru saja dilamarnya.

Selepas Bapak Meninggal
Foto:

Aku membenarkan posisi duduk, menatap mereka satu per satu. Kemudian mencoba bicara, "Maaf, Paman. Maaf, Saudara Alif Rahman. Bukannya aku pelit, bukannya aku tak mau melihat Bapak selamat dan cepat menemui surganya, namun sekira boleh aku bercerita sedikit saja. Mungkin paman semua akan faham...." Aku masih menatap mereka bergantian.

"Apa yang hendak Nak Randuse ceritakan?" Paman Sahdan masih bicara pelan. Berbeda dengan Paman Ridwan yang agak sedikit keras. "Aku ingin cerita tentang pernikahanku yang beberapa hari lagi. Sekira aku tau Bapak akan meninggal, mungkin aku tak melakukan lamaran dulu. Tapi semua sudah terjadi dan tak mungkin lamaran itu aku tunda atau batalkan. Bukankah paman-paman semua tau, kalau pernikahan adalah ibadah dan tak baik jika ditunda-tunda.

Bisa-bisa pamali dan Tuhan murka. Mendiang Bapak juga yang menganjurkanku untuk menikah. Beliau yang begitu ingin memiliki menantu dan secepatnya menimang cucu. Tapi kematian Bapak tak terduga. Bapak tak pernah sakit, hanya malangnya tertabrak truk. Dan kejadian itu begitu cepat.

Aku memang punya tabungan, tapi sungguh itu cuma cukup buat kawinan. Bukannya aku hendak tak menghargai kalian, tak menghargai Ibu dan mendiang Bapak...." Aku bicara sangat pelan dan sesekali menunduk.

"Apakah benar memang tidak ada sama sekali, kami bisa membantu sedikit untuk harga seekor sapi." Paman Ridwan bicara lagi. "Sungguh, Paman, ini saja aku hendak menjual motor untuk menambah biaya kawinan." Aku memandang Paman Ridwan. Mereka bertiga geleng kepala, saling pandang dan menggeleng lagi. "Bukankah perjalanan mencapai surga juga ditentukan oleh perbuatan seseorang di masa hidupnya. Bapak orang baik, dia banyak ibadah semasa hidup. Tuhan akan memudahkan jalannya." Aku memberanikan diri bicara lagi.

Ketiganya menggeleng, lalu Paman Ridwan bicara lagi, "Baiklah, Randuse, perjalanan itu amat panjang dan rumit. Kau pernah kan dengar cerita tentang apa yang didapat manusia sebelum menemui surga. Bisa saja tubuhnya dipanggang, lidahnya dipotong, badannya ditusuk besi yang nian panasnya. Alangkah mengerikan semua itu. Tapi apa hendak dikata kalau kau sudah bicara seperti itu. Kami pamit untuk pulang saja. Kabarkan kalau kau sudah berubah pikiran."

Mereka bertiga pamit. Aku berdiri dan menyalami Paman Sahdan, kemudian menyalami Alif Rahman. Namun ketika hendak menyalami Paman Ridwan, ia melengoh tak menggubris uluran tanganku. Aku merasa bersalah sejenak padanya.

Ketika kuceritakan semuanya pada Aisah, gadis itu tak bisa memberi saran apa-apa. Malah ia menangis di ujung telepon. Aku duduk termenung, memikirkan semua omongan malam itu. Otakku melayang jauh dan tiba-tiba muncul pertanyaan di otakku. "Apa benar segala ucapan Paman Ridwan? Sedang apa mendiang Bapak saat ini?" Aku menyandarkan badan di ranjang, pikiranku terasa kacau. Belum lagi jika memikirkan perkawinanku dengan Aisah yang tinggal hitungan hari.

Dalam keadaan kacau demikian, aku tanpa sadar tidur lelap. Dan dalam tidur itu, entah kenapa aku bermimpi tentang masa kecilku. Dalam mimpi itu, aku tengah berjalan dengan Bapak. "Bapak, aku mau beli es krim." Aku merengek.

"Uang di kantong Bapak hanya dua ribu, Nak. Kan mau beli pensil juga. Es krim harganya tiga ribu. Pensil harganya dua ribu. Pensil kan kebutuhan buat sekolah. Mending dipake beli pensil, yang ada manfaatnya. Kelak, jika sudah memiliki uang lebih, baru kita beli es krim. Kita harus bisa memilah dan memilih, mana yang merupakan kebutuhan, mana yang merupakan keinginan." Bapak bicara amat pelan. Lalu dia memelukku begitu hangat. Sangat hangat.

Tentang Penulis:

RIFAT KHAN Lahir di Pancor, NTB, pada tanggal 24 April 1985. Beberapa karyanya dimuat Metro Riau, Majalah Cempaka, Suara NTB, Radar Surabaya, Harian Waktu, Lombok Post, Harian Rakyat Sumbar, Satelit Post, Bali Pos, Sinar Harapan, Jurnal Nasional, Riau Pos, dan Republika. Bermukim di NTB dan bergiat di Komunitas Rabu Langit Lombok Timur.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement