Kamis 17 Jan 2019 06:06 WIB

Pelajaran dari Hamba Allah yang Berilmu

Dalam Islam, menuntut ilmu merupakan perkara wajib.

Dalam Alquran Nabi Musa dan Nabi Khidir bertemu di sebuah lokasi (Ilustrasi)

Musa girang dapat mengikuti Khidir. Artinya, ia dapat menuntut ilmu dari Khidir. Pergilah Khidir dan Musa menumpang sebuah perahu. Tapi, ketika perahu itu hampir mendarat, Khidir melubangi perahu tersebut. Musa kaget, ia pun berkata, “Mengapa kau lubangi perahu ini. Kau akan membuat penumpang tenggelam. Kau telah melakukan sebuah kesalahan besar.”

Khidir hanya menjawab, “Bukankah aku telah berkata bahwa kau tak akan sabar bersamaku.” Musa pun teringat janjinya tak akan menanyakan apa pun. Ia pun menyesali ucapannya. “Jangan hukum aku atas lupaku dan jangan bebani aku dengan kesulitan urusan,” kata Musa.

Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, mereka berjumpa dengan seorang anak. Mengagetkan, Khidir kemudian membunuhnya. Musa yang sifatnya spontan langsung bereaksi. “Mengapa kau bunuh jiwa yang bersih? Dia tak membunuh orang lain. Sungguh, kau melakukan suatu yang mungkar,” protes Musa.

Lagi-lagi, Khidir hanya menjawab, “Bukankah sudah kukatakan padamu bahwa kau sungguh tak akan sabar bersamaku?” Musa pun kembali teringat janjinya. Dia pun memendam rasa amarah sekaligus herannya atas kelakuan Khidir. “Jika setelah ini aku bertanya kembali padamu, jangan kau izinkan aku lagi mengikutimu. Sungguh, kau cukup memberiku uzur,” kata Musa.

Perjalanan keduanya dilanjutkan. Tibalah mereka di sebuah negeri. Tapi, tak ada satu pun penduduk negeri yang berkenan menjamu mereka. Lagi, Khidir melakukan perbuatan yang tak masuk akal bagi Musa. Kali ini khidir tidak melakukan perbuatan mungkar di negeri tersebut, ia justru memperbaiki dinding sebuah rumah yang hampir roboh. “Jika kau mau, kau dapat mengambil upah karena telah memperbaiki itu,” ujar Musa.

Lupa sudah Musa akan tekadnya untuk diam tak mengomentari ulah Khidir. Sesuai ucapan Musa, ia pun tak lagi mendapat pengecualian. Sudah tiga kali Musa mempertanyakan sikap Khidir. “Inilah perpisahanku denganmu,” kata Khidir.

Sebelum berpisah, Khidir pun menjelaskan maksud dibalik perbuatan yang Musa tak sabar atasnya. “Aku akan memberitahu tujuan perbuatanku. Perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut. Aku merusak perahu mereka karena mereka dihadapkan pada seorang raja yang merampas setiap perahu,” kata Khidir. Betapa ilmu Khidir benar-benar luar biasa. Ilmu tersebut membuatnya sangat bijak. Bayangkan jika Khidir tak melubangi perahu itu, orang miskin tersebut akan kehilangan tak hanya perahu, tapi juga mata pencaharian mereka. Dengan perahu yang berlubang, raja lalim mana yang suka untuk mengambilnya.

Itu baru satu kisah. Kisah selanjutnya, Khidir menjelaskan, “Adapun anak itu, kedua orang tuanya merupakan Mukminin. Kami khawatir, dia akan mendorong kedua orang tuanya pada kesesatan dan kekafiran. Dan, kami menghendaki supaya Rabb mengganti anak lain untuk mereka yang lebih baik, suci, dan lebih sayang pada ibu bapaknya,” ujar Khidir.

Tahulah Musa bahwa ilmu yang dimiliki Khidir benar-benar luar biasa. Ia mengetahui hal misterius dan mengambil kebijaksanaan atasnya. Kisah terakhir, “Dinding rumah itu merupakan milik dua anak yatim di negeri tersebut. Di bawahnya tersimpan harta benda simpanan sang ayah untuk keduanya. Ayahnya adalah seorang yang shalih. Rabbmu menghendaki agar mereka sampai dewasa dan mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat Rabbmu,” jelas Khidir.

Terjawablah semua pertanyaan Musa atas sikap Khidir. Musa pun kagum dengan ilmu yang diajarkan Allah kepada Khidir. “Tidaklah aku melakukannya menurut kemauanku sendiri,” pungkas Khidir yang menunjukkan betapa dia memiliki ilmu yang luar biasa dari rahmat Allah.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement